PEMIKIRAN HUKUM ISLAM WAHBAH AZ-ZUHAILI

DALAM PENDEKATAN SEJARAH

 

Muhammadun

(Dosen Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon)

 

 

 


Abstrak

Wabhah az-Zuhaili beranggapan kompleksitas masyarakat di abad sekarang ini menuntut adanya ijitihad bersama. Karena ijtihad bersama pembahasannya lebih komprehensif dan representatif. Alasan inilah yang membuat az-Zuhaili menyuarakan adanya tajdid (pembaharuan) dalam hukum. Tujuan dari adanya pembaharuan hukum Islam untuk membuktikan sifat fleksibilitas syari'at Islam dalam bidang mu'amalah yang tidak bertentangan dengan nas-nas syar'i.

 

Key Word:

Hukum Islam, pemikiran,Wabhah Az-Zuhaili

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



A.      Kehidupan Wahbah az-Zuhaili.

Az-Zuhaili adalah seorang intelektual muslim berkebangsaan Syria. Beliau lahir pada tahun 1351 H bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1932 M di Dir Athiyah Damaskus Syria. Ayahnya bernama Syaikh Musthafa az-Zuhaili, seorang ulama yang hafal al-Qur'an dan ahli ibadah. Dalam kesehariannya, beliau selalu memegang teguh al-Qur'an dan sunnah Nabi, serta hidup sebagai seorang petani dan pedagang.[1] Sedangkan Ibunya bernama F�thimah Binti Musth�f� Sa'dah seorang perempuan yang sangat wara' dan berpegang teguh dengan syari'ah Islamiyah.[2]

Tradisi bangsa Arab dalam menyebutkan nama, biasanya mencakup data pribadinya nama anaknya, orang tua dan kakeknya serta leluhurnya, tempat kelahirannya bahkan kadang-kadang gelar dan aliran mazhabnya[3]. Di satu posisi memang posistif, namun pada sisi yang lain menunjukkan fanatisme sempit dan sisa semangat ashbiyyah yang kuat.

Masyarakat Arab (tempat kelahiran Islam) memang mempunyai tradisi membanggakan asal usul mereka, untuk menunjukkan bahwa dirinya berasal dari moble family. Tradisi ini mendorong mereka untuk melihat mereka ke belakang terutama menyangkut geneologi mereka hingga jarak yang jauh. Karena itu masing-masing kelompok dari masyarkat Arab mempunyai catatan asal usul mereka terutama yang berkaitan dengan mur��ah (harga diri) bagi masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kesalehan individu seperti zuhud, sakha dan lain-lainnya, nasab keluarga terhormat dan hasab (perilaku) terpuji dalam pandangan masyarakat[4]. Misalnyakerena jasa atau keberaniannya di dalam medan perang mendapat gelar �asad Allah, saif Allah, ad-Dakhil atau the lion of desert� dan lain-lainnya. Mereka sering memanggilnya dengan julukan kebanggaan ini.�������

Az-Zuhail� mengawali karir intelektualnya pada pendidikan dasar dan menengah di tanah kelahirannya. Pendidikan menengah diselesaikannya pada tahun 1952 dengan peringkat pertama di bidang Adab. Pada tahun 1956 beliau berhasil mendapatkan ijazah dari Fakultas Syariah Universitas Kairo dengan peringkat pertama. Beliau juga berhasil mendapatkan ijazah pada bidang pendidikan dari Fakultas Bahasa Arab Universitas Al-Azhar.

Pada pertengahan waktu itu, ia juga berhasil menyelesaikan kuliah di �Ain asy-Syam Fakultas Hukum pada tahun 1957 dan mendapatkan sertifikat sehingga ia mendapatkan izin untuk mempraktekkan ilmu hukum tersebut. Gelar Magister Syari�ah diperolehnya dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada tahun 1959 dengan tesisnya berjudul: " az-Zar��' f� as-Siy�sah asy-Syar'iyah wa al-Fiqh al-Isl�mi". Az-Zuhaili berhasil mendapatkan gelar Doktor dalam bidang hukum dengan judul disertasi �Ast�r al-Harb fi al-Fiqh al-Isl�mi-Dir�sah Muq�ranah baina al-Mazd�hib as-Samaniyah wa al-Q�n�n ad-Duw�li al-'�m" pada tahun 1963 dengan peringkat terbaik serta mendapatkan kesempatan pertukaran pelajar dari universitas-universitas Barat. Az-Zuhaili mulai mengajar di Universitas Damaskus pada tahun 1963. Adapun gelar profesor disandangnya pada tahun 1975. [5]

Dalam kesehariannya az-Zuhaili banyak disibukkan dengan kegiatan mengajar, menulis, memberikan fatwa, memberikan seminar, serta dialog-dialog di dalam ataupun di luar Syria. Az-Zuhaili banyak dikenal sebagai ulama yang memiliki pemahamanluas dalambidang fiqh dan ushl fiqh. Az-Zuhaili juga mengajarkan dua bidang tersebutsebagai mata kuliah di fakultas hukum dan Pasca Sarjana Universitas Damaskus.

Di bidang akademik az-Zuhaili pernah menjabat sebagai ketua program studi Fiqih Islam Fakultas Syari'ah Universitas Damaskus. Pada tahun 1967-1970 di tempat yang sama az-Zuhaili juga menempati jabatan sebagai dekan. Beliau juga pernah menjadi ketua lembaga penasehat hukum pada Mu'assasah al-'Arabiyah al-Mashrfiyah al-Islmiyah, serta masih banyak lagi jabatan-jabatan yang pernah dipegangnya selama ini.

Az-Zuhaili tidak saja memiliki peranan di bidang akademik melainkan juga memiliki peran penting di masyarakat secara langsung baik di dalam ataupun di luar tanah airnya. Di antaranya, beliau pernah menjadi anggota Majma' Malki untuk membahas kebudayaan Islam di Yordan. Selain itu beliau pernah menjabat sebagai kepala Lembaga Pemeriksa Hukum pada Syarikat Mudhrabah wa Muqsah al-Islmiyyah di Bahrain dan sebagai anggota majelis fatwa tertinggi di Syria.[6]

Az-Zuhaili hidup pada era kebangkitan pemikiran fiqih Islam. Ia hidup segenerasi dengan Dr. Subhi Mahmasni (Lebanon), Dr. Muhammad Mushlihhud�n (Pakistan), Dr. Far�q Ab� Zaid dan Dr. Muhamad Y�suf M�s� (Mesir). Pola pemikiran az-Zuhhail� cenderung survivalisme.[7] Az-Zuhhaili merupakan ulama kontemporer yang sangat membenci fanatisme (ta'ashshub) mazdhab.

 

B.       Geneologi Keilmuan Wahbah az-Zuhhail�.

Keberhasilan az-Zuhhail� di bidang akademik dan lainnya tidak lepas dari guru-guru yang telah membimbingnya baik yang ada di Syria sendiri ataupun yang berada di luar Syria. Guru-guru di Damaskus antara lain dalam bidang hadis dan 'ul�m al-hadis, yaitu Syekh Mahmud Yasin,[8] Syaikh 'Abd ar-Razz�q al-Humshi dan Syaikh H�syim al-Kh�thib[9] guru di bidang fiqih dan fiqh Syafi'i, Syaikh Luthfi al-Fay�mi[10] di bidang Ush�l Fiqh, mushthalah al-had�ts dan 'llm al-Nahw, Syaikh Hasan al-Syatthy[11] guru dalam ilmu far�idl, hukum keluarga dan hukum waqaf, Syaikh Sh�lih al-Farf�ri dalam ilmu Bahasa Arab seperti bal�gah dan sastra, Syaikh Mahmud ar-Rank�si Ba'y�n[12] dalam ilmu 'aqidah dan ilmu kalam. Ilmu Tafsir dipelajarinya dari Syaikh Hasan Habnakah dan Shad�q Habnakah al-M�d�ni. Beliau jugamurid dari Doktor Nazh�m Mahm�d Nas�mi pada bidang syar�'ah serta guru-guru lainnya di bidang akhl�q, tajw�d, til�wah, khith�bah, hukum dan lain sebagainya.

Adapun di luar Damaskus, antara lain di Kairo-Mesiraz-Zuhaili banyak mendapatkan ilmu dari Syaikh Muhammad Ab� Zahrah, Syaikh Mahm�d Shaltut,[13] Dr. Abd ar-Rahm�n Tj, Syaikh Is� Man�ndan Syaikh 'Ali Muhammad al-Khafif pada studi fiqih di Fakultas Syari'ah Universitas al-Azhar. Syaikh J�d ar-Rab Ram�dhan, Syaikh Mahm�d 'Abd ad-D�yim, Syaikh Mustafa Mujahid dalam ilmu fiqh Syafi'i. Syaikh Mushthaf� 'Abd al-Kh�liq, Syaikh 'Abd al-Gh�n 'Abd al-Kh�liq, Syaikh 'Usm�n al-M�r�zifi, Syaikh Hasan Wahd�n, Syaikh az-Zaw�hiridalam bidang ush�l fiqih. Dr. Sulaim�n at-Tam�wi, Dr Al� Y�nus, Syaikh Zak� ad-D�n Syu'm�n serta guru lain di Universitas al-Azhar, Universitas Kairo serta Universitas 'Ain Syam.[14]

Sedangkan di antara murid-murid az-Zuhail�yang banyak menimba ilmu darinya adalah Dr. Mahm�d az-Zuhail�, Dr. Muhammad N�'im Ysin, Dr. Abd Lath�f Farf�ri, Dr. Ab� Lail, Dr. Abd Sal�m 'Abdi, Dr. Muhammad asy-Syarbaji, serta masih banyak lagi murid-muridnya dari berbagai bangsa di berbagai negara seperti di Syria, Libanon, Sudan, Emirat Arab, Amerika, Malaysia, Afganistan dan Indonesia dan mereka yang mempelajari kitab fiqh dan tafs�rhasil karya az-Zuhail�.

 

C.  Karya Intelektual Wahbah az-Zuhaili:

Wahbah Az-Zuhaili sangat pro�duktif menulis. Mulai dari diktat per�kuliahan, artikel untuk majalah dan ko�ran, makalah ilmiah, sampai kitab-kitab besar yang terdiri atas enam belas jilid, seperti kitab Tafsir Al-Wasith. Ini me�nyebabkan Wahbah az-Zuhhaili juga layak disebut sebagai ahli tafsir. Bahkan, ia juga menulis dalam masalah aqidah, sejarah, pem�baharuan pemikiran Islam, ekonomi, ling�kungan hidup, dan bidang lainnya, yang menunjukkan kemultitalentaannya dan multidisiplinernya.

Wahbah az-Zuhhaili banyak menulis buku, kertas kerja dan artikel dalam pelbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 200 buah buku dan jika digabungkan dengan tulisan-tulisan kecil melebihi lebih 500 judul. Satu usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama saat ini. Wahbah az-Zuhhaili diibaratkan sebagai al-Suyuti kedua (al-Sayuthi al-Tsani) pada zaman ini jika dipadankan dengan Imam al-Sayuti. Diantara buku-bukunya adalah :

a.    Dalam Bidang al-Qur'�n dan 'Ul�m al-Qur'�n

1.        At-Tafs�r al-Mun�r fi al-'Aq�dah wa asy-Syar�'ah wa al-Manhaj [15].

2.        At-Tart�l at-Tafs�r al-Waj�z 'ala Hamsy al-Qur'�n al-'Azhim wa Ma'ahu

3.        At-Tafs�r al-Waj�z wa Mu'jam Ma'�ni al-Qur'�n al-'Az�z.

4.        Al-Qur'�n al-Kar�m-Buny�tuhu at-Tasyr�'iyah wa Khash�ishuhu al-Hadh�riyah.

5.        Al-'Ij�z al-'Ilmi fi al-Qur'�n al-Kar�m

6.        Asy-Syar'iyyah al-Qir�'at al-Mutaw�tirah wa Ast�ruha fi ar-Rasm al-Qur'�ni wa al-Ahk�m

7.        Al-Qishsah al-Qur�'niyyah.

8.        Al-Qimal-Insniyyah fi al-Qur'�n al-Kar�m

9.        Al-Qur�n al-Waj�z-S�rah Y�sin wa J�z 'Amma

b.    Dalam Bidang Fiqh dan Ush�l Fiqh

1.      Ast�r al-Harb fi al-Fiqh al-Isl�mi

2.      Ush�l al-Fiqh al-Isl�mi 1-2

3.      Al-'Uq�d al-Musamh fi Qan�n al-Mu'malt al-Mad�niyyah al-Imrati

4.      Al-Fiqh al-Islmi wa Adilatuhu al-J�z at-Tsi' al-Mustadrak

5.      Al-Fiqh al-Isl�mi wa Adilatuhu (8 jilid)[16]

6.      Nazhariyat adh-Dham�n au Ahk�m al-Mas'�liyyah al-Madniyyah wa al-Jin�iyyah

7.      Al-Waj�z fi Ush�l al-Fiqh

8.      Al-Wash�y� wa al-Waqaf fi al-Fiqh al-Islmi

9.      Al-Istinskh jadl al-'Ilm wa ad-Dn wa al-Akhlq

10.  Nadhriyat ad-Dhar�rah asy-Syar'iyyah[17]

11.  At-Tamw�l wa S�q al-Awrq al-Mliyah - al-B�rshah

12.  Khit�b�t ad-Dham�n

13.  Bai' al-Ashm

14.  Bai' at-Taqsth

15.  Bai' ad-Dain fi asy-Sy�ri'ah al-Isl�miyyah

16.  Al-Buy�' wa Ast�ruha al-Ijtim'iyyah al-Mu'shirah

17.  Al-Amw�l allati Yasihhu Waqfuha wa Kaifiyat Sharfiha

18.  Asbb al-Ikhtilf wa Jih�t an-Nazhr al-Fiqhiyyah

19.  Idrah al-Waqf al-Khairi

20.  Ahkm al-Mawd an-Najsah wa al-Muhramah fi al-Gaz�' wa ad-Daw�'

21.  Ahkm at-Ta'mul ma'a al-Mashrif al-Islamiyyah

22.  Al-Ijtihd al-Fiqhi al-H�d�s\ Munthalaq�tuhu wa Itijhtuhu

23.  Al-Ibr' min ad-Dain

24.  Ad-Dain wa Tuf'iluhu ma'a al-Hayh

25.  Az-zar'i' fi as-Siysah asy-Syar'iyyah wa al-Fiqh al-Islmi

26.  Sh�r min 'Ur�dh at-Tijrah al-Mu'�shirah wa Ahk�m az-Zakh

27.  Al-'Urf wa al-'Ad�h

28.  Al-'Ul�m asy-Syar'iyyah baina al-Wahidah wa al-Istiqlal

29.  Al-Mazhab asy-Syafi'i wa Mazahabuhu al-Wasith baina al-Mazahib al-Islamiyyah

30.  Nuqath al-Iltiqa' baina al-Mazahib al-Islamiyyah

31.  Manahij al-Ijtihad fi al-Mazahib al-Mukhtalifah

32.  Al-Hadits al-'Alaqat ad-Dauliyyah fi al-Islam Muqaranah bi al-Qanun ad-Dauli

33.  Ar-Rakhs asy-Syar'iyyah

34.  Tajdid al-Fiqhi al-Islami

35.  Al-Fiqh al-Maliki al-Yasr juz 1,juz2

36.  H{ukm Ijra' al-'Uqud bi Wasa'il al-It ishal al-Hadistah

37.  Zakat al-Mal al-'Am

38.  Al-'Alaqat al-Dauliyyah fi al-Islam

39.  'A'id al-Istismar fi al-Fiqh al-Islami

40.  Tagayyur al-Ijtihad

41.  Tathbiq asy-Syari'ah al-Islami

42.  Ushul al-Fiqh wa Madaris al-Bahts fihi

43.  Bai' al-'Urbun

44.  At-Taqlid fi al-Mazdahib al-Islami 'inda as-Sunnah wa asy-Syi'ah

45.  Ushul at-Taqrib baina al-Mazahib al-Islamiyyah

46.  Ahkam al-Harb fi al-Islami wa Khasais}uha al-Insaniyah

47.  Ijtihad at-Tabi'in

48.  Al-Ba'ist 'ala al-'Uqud fi al-Fiqh al-Islami wa Ushulihi

49.  Al-Islam Din al-Jihad la al-'Udwan

50.  Al-Islam Din asy-Syura wa ad-Dimuqrathiyyah[18]

c.Karya-Karya di Bidang Hadits dan 'Ulum al-Hadits

Al-Muslimin as-Sunnah an-Nabawiyyah asy-Syarifah, Haqiqatuha wa Makanatuha 'inda Fiqh as-Sunnah an-Nabawiyyah

 

d. Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili di Bidang Aqidah Islam

1.       Al-Iman bi al-Qada' wa al-Qadr

2.       Ushul Muqaranah Adyan al-Bad'i al-Munkarah

e. Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili di Bidang Dirasah Islamiyyah

1.      Al-Khasais al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam wa Da'aim ad-Dimuqrathiyyah al-Islamiyyah

2.      Ad-Da'wah al-Islamiyyah wa Gairu al-Muslimin, al-Manhaj wa al-Wasilah wa al-Hadfu

3.      Tabsir al-Muslimin li Goirihim bi al-Islami, Ahkamuhu wa Dawabituhu wa Adabuhu

4.      Al-Amn al-Gaza'i fi al-Islam

5.      Al-Imam as-Suyuthi Mujadid ad-Da'wah ila al-Ijtihad

6.      Al-Islam wa al-Iman wa al-Ihsan

7.      Al-Islam wa Tahdiyat al-'Ashri, at-Tadhakhum an-Naqdi min al-Wajhah asy-Syar'iyyah

8.      Al-Islam wa Gairu al-Muslimin

9.      Al-Mujaddid Jamaluddin al-Afgani wa Ishlahatuhu fi al-'alam al-Islami

10.  Al-Muharramat wa Atsaruha as-Sai'ah 'ala al-Mujtama'

11.  Ad-Da'wah 'ala Manhaj an-Nubuah

12.  Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa'adatain

13.  Al-Usrah al-Muslimah fi al-'Alam al-Ma'ashir

14.  Haq al-Hurriyyah fi al-'Alam

15.  Ats-Saqafah wa al-Fikr

16.  Al-Qim al-Islamiyyah wa al-Qim al-Iqtishadiyyah

17.  Ta'adud az-Zaujah - al-Mabda' wa an-Nazhriyyah wa at-Tathbiq

18.  Manhaj ad-Da'wah fi as-Sirah an-Nabawiyyah

19.  Al-'llm wa al-Iman wa Qadhaya asy-Syabab

20.  Ddikr Allah Ta'ala

21.  Ruh az-Zaman juz 1Al-'Ashab

Karya intelektual az-Zuhaili yang lain adalah berupa jurnal ilmiah dan majalah-majalah yang diterbitkan di berbagai negara. Dari kesekian banyak karya az-Zuhaili ini, nampak karya az-Zuhaili dalam bidang fiqih lebih dominan dibanding dengan karya-karyanya yang lain.

 

D.      Kondisi Sosio Historis.

Syria tempat Wahbah az-Zuhaili dilahirkan di sebuah negara yang penduduknya mayoritas Muslim[19]. Namun pada awal mula sejarah Syria adalah wilayah kekuasaan bangsa Romawi pada tahun 64 SM. Ketika Nabi Isa AS lahir sebagian besar jazirah Arab sedang dikuasai oleh Romawi termasuk al-Kuds. Merupakan cerita yang panjang dan berliku apabila kita menceritakan sikap Romawi yang pada mula kenabian Isa AS sangat membenci dan berusaha untuk dapat membunuhnya, tetapi setelah Nabi Isa tidak ada (menurut kita di �angkat� dan menurut orang Nasrani �mati� di salib), mereka menganut ajaran nabi Isa dan mengharuskan bangsa Syria untuk memeluk agama Nasrani[20].

Seperti pada umumnya di negara-negara Timur Tengah, Syria juga pernah menghadapi problema modernitas, khususnya yang berkaitan dengan benturan keagamaan dengan gerakan modernisasi Barat. Problema ini timbul karena di samping Syria pernah diinvasi oleh Perancis, hal ini juga dikarenakan dampak dari gerakan modernisasi Turki, yang mana Syria pernah menjadi region dari dinasti Usmaniyyah (di Turki)[21]. Problema ini pada akhirnya, memunculkan tokoh-tokoh semisal Jamal ad-Din al-Qasimi (1866-1914) dan Thahir al-Jaza`iri (1852-1920) yang berusaha menggalakkan reformasi dan pembaharuan keagamaan di Syria.[22]

Pada 1841 Kesultanan Usmani cenderung sekuler dan mendukung Eropa sehingga Syria tidak lagi tunduk pada hukum Islam, sampai akhir perang dunia I kesultanan Usmani hancur dan di Syria muncul nasionalisme Arab yang dipimpin oleh Amir Faisal untuk mengusir kekuasaan asing terutama Prancis. Selama dalam kekuasaan usmani, di Syria berlaku sistem peradilan dan sistem hukum Usmani.

Di samping itu berlaku juga code civil 1876 dan hukum hak-hak keluarga 1917 (Law on Family Right). Setelah Usmani hancur, Syria berada dalam kekuasaan bangsa Eropa (Perancis dan Inggris), sehingga secara perlahan-lahan sistem hukum dan peradilan Syria menjadi sekuler dan hukum Anglo Perancis telah memberi pengaruh yang besar terhadap hukum perdata dan pidana. Meskipun demikian Hukum Islam (Islamic Personal Law) tetap dijaga dan dipertahankan. Setelah merdeka Syria mulai memperlakukan nasionalisasi dan reformasi sistem hukum. Sejumah UU diberlakukan baik dalam perdata tahun 1953 (UU Status Personal), hukum pidana tahun 1950 dan hukum dagang tahun 1949[23].

Reformasi al-Qasimi -murid Muhammad `Abduh (1849-1905) tokoh pembaharu di Mesir-berorientasi pada pengaruh dan pembentengan umat Islam dari pengaruh kecenderungan Tanzimat yang sekuler dan pembaharuan intelektual Islam dari ortodoksi. Untuk itu, umat Islam harus dapat memformulasikan rasionalitas, kemajuan, dan modernitas dalam bingkai agama. Dalam hal ini, al-Qasimi melakukan upaya untuk menemukan kembali makna Islam yang orisinal dalam al-Qur`an dan al-Sunnah sambil menekankan ijtihad.

Ide al-Qasimi ini kemudian diteruskan oleh Thahir al-Jazairi beserta teman-temannya, dan kali ini idenya lebih mengarah kepada upaya memajukan dan mengembangkan dalam bidang pendidikan.[24] Dari situlah kemudian akan terlihat bahwa keadaan keilmuan dan keintelektualan di Syria, setingkat lebih �maju� ketimbang negara-negara Muslim Arab lainnya yang masih memberlakukan hukum Islam positif secara kaku, khususnya dalam hal kebebasan berekspresi[25]. Harapan dan dorongan bagi tumbuhnya suatu imperium pemikiran di negara Syria, lebih nyata dan menjanjikan ketimbang di negara-negara Arab lainnya.

 Menurut Don Fertz, muncul dan suburnya partai yang berkiblat pada sosialis ini di negara-negara Arab berangkat dari sentimen nasional yakni ingin mempersatukan bangsa Arab yang selama itu terpecah-pecah, bahkan perpecahan itu sudah terhujam sangat lama yakni sejak masa kekuasaan Islam dipegang oleh Bani Umayah yang lebih mengutamakan bangsa Ajam (Persia dan Turki) ketimbang bangsa Arab[26].

 

E.       Keorsinilan Pemikiran Hukum Islam Wahbah az-Zuhaili

Menurut az-Zuhaili, syari'ah (baca Hukum Islam) secara etimologi memiliki dua makna; pertama, jalan yang lurus; kedua, jalan menuju tempat air yang mengalir dengan maksud untuk diminum. Secara terminologi mengutip pendapat al-Jurjani, az-Zuhaili mendefinisikan syari'ah berarti seruan untuk tetap beribadah sekaligus sebagai titian dalam beragama. Sedangkan menurut at-Tahanawi sebagaimana dikutip az-Zuhaili syari'ah merupakan sesuatu yang diundangkan Allah kepada hambanya berupa hukum-hukum agama yang telah dipraktekkan oleh para Nabi termasuk Nabi Muhammad SAW, baik yang berhubungan dengan ibadah amaliyah yang pembahasannya terdapat ilmu Fiqih atau berkaitan dengan masalah aqidah yang pembahasannya terdapat dalam ilmu kalam.[27]

Az-Zuhaili menyetujui pandangan ulama Fiqih dalam mendefinisikan syari'ah. Baginya syari'ah merupakan sejumlah hukum yang ditetapkan Allah kepada hambanya agar mereka menjadi orang-orang yang beriman yang selalu melakukan sesuatu yang dapat membahagiakan mereka di dunia dan akhirat. az-Zuhaili menyebut hukum yang ditetapkan Allah kepada hambanya merupakan syari'at karena ia merupakan ketetapan hukum yang konsisten dan kontekstual sesuai dengan peristiwa aktual serta tidak ada perubahan dan perbedaan dari tatanan hukum yang telah baku.

Termasuk syariat adalah upaya melakukan pembentukan kaidah hukum dan menempatkan hukum-hukumnya secara proporsional serta menjelaskan tata cara pelaksanaanya. Menurutnya yang menetapkan pembentukan hukum syariat yang hakiki hanyalah Allah. Dia merupakan sumber dari segala hukum dan syari'at.Sehingga jika terdapat predikat al-musyarri' (pembentuk hukum syariat) ditujukan kepada seseorang yang ahli dalam bidang hukum syariat maka kata tersebut merupakan ucapan majazi. Menurutnya jka terdapat undang-undang positif yang dibentuk oleh manusia sesuai dengan hukum syariatmaka ia harus diterimanyadengan segera. Dan apabila bertentangan dengan hukum syar'i maka harus ditolaknya dan haramuntuk dilaksanakan. Untuk mendapatkan pemahaman hukum syar'i yang komprehensif az-Zuhailimemberikan rumusan baku dengan klasifikasi kata syari'ah, tasyri', dan masyru'.[28]

Untuk mendapatkan pemahaman ini az-Zuhaili menguraikan term-term berikut sebagai kata kunci:

a.       Berakhirnya proses pembentukan syariat dan menempatkan hukum-hukumnya disandarkan pada masa Rasulullah SAW

b.      Terdapat perbedaan antara istilah tarikh at-tasyri' (sejarah pembentukan syari'at) dan tarikh al-fiqh (sejarah pembentukan hukum fikih)

c.       Hukum-hukum hasil ijtihad pada masa sahabat dan generasi penerusnya (masa tabi'in dan generasi berikutnya) tidak dapat dikatakansyariat, karena mengandung unsur penyempitan dalam memahami makna syari'at. Oleh karena itu menurutnya syari'at adalah ketetapan hukum yang berdasarkan pada nash atau melalui proses istimbat hukum. Dengan demikian az-Zuhaili menegaskan perlunya tajdid (pembaharuan) dalam mendefinisikan syari'at, karena syari'at menurutnya tidak semestinya berhenti karena wafatnya Rasulullah SAW. Selanjutnya az-Zuhaili mengatakan bahwa pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara istilah tarikh al-tasyri' dan tarikh al-fiqh. Demikian juga hukum-hukum pada zaman sahabat, tabi'in, mujtahid, dan generasi berikutnya bisa dijadikan landasan sebagai syari'at kita.[29]

 

F.   Gagasan Baru Wahbah az-Zuhaily Tentang Pembaruan Hukum.

Yang dimaksud pembaharuan dan ijtihad menurut az-Zuhaili bukan berarti menjustifikasi adanya Islam kuno dan Islam baru. Menurutnya ketika berbicara tentang Islam dan syariat maka yang ada hanyalah Islam yang satu baik dimasa dahulu, kini dan akan datang. Islam menurutnya tidak menerima pembaharuan dalam arti menghilangkan sebagian hukum syara' yang ada dan menggantikannya dengan hukum baru dengan alasan harus serasi selaras dan sesuai dengan perkembangan akal pikiran manusia dan modernisasi. az-Zuhaili menegaskan bahwa pembaharuan dalam Islam berkaitan erat dengan cara berkomunikasi, metode dakwah untuk penyebaran agama Islam, sistem pembenahan dan pemberantasan tindak kejahatan, berkaitan dengan gejolak kejiwaan manusia, sesuai dengan tuntutan peradaban dan kemajuan zaman, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih serta beraneka ragam kebudayaan. [30]

Az-Zuhaili menyadari bahwa modernisasi dalam segala bidang tidak menutupkemungkinan akan memunculkan inovasi baru dan industrialisasi[31]. Namun Ia menekankan bahwa pembaharuan yang dilakukan tidak bertentangan dengan nilai-nilai syari'ah Islam. Menurutnya pintu ijtihad terbuka lebar bagi setiap orang yang memiliki keahlian yang didukung dengan kecerdasan intelektual, penguasaan bahasa dan memiliki wawasan yang luas dalam menetapkan suatu produk hukum dengan dasar yang argumentatif dan penggalian sumber hukum yang otentik. Namun demikian az-Zuhaili berpandangan bahwa ruang lingkup ijthad terbatas pada hal-hal tertentu; pertama, tidak berkaitan dengan pembahasan bidang aqidah, ibadah, akhlaq dan syari'at yang qath'i, karena hukumnya terdapat dalam nash yang jelas dan bersifat 'ubudiyah semata. Kedua, sesuatu yang tidak terdapat dalam nash yang qath'i atau dalilnya yang menjadi pijakan bersifat zdanni. [32]

Menurut az-Zuhaili tidak boleh melakukan ijtihad pada dasar dan prinsip syari'at yang hukumnya telah pasti, seperti haramnya barang yang haram, persoalan pribadi, meniadakan sanksi-sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan dengan pandangan lain, bertentangan dengan aqidah, mengesahkan kerusakan dan kemudlaratan, membolehkan jual beli untuk barang riba, berikrar untuk diri sendiri bukan untuk orang lain, melenyapkan barang yang tidak membahayakan, meluruskan berbagai jalan yang mengarah pada kerusakan, menggugurkan had dengan lisan syubhat, memperbolehkan hak milik,tidak mengharamkan tindak kedzaliman, khianat, dengki, dan curang, menghalalkan sembelihan hewan haram dan memperbolehkan memakannya, seperti haramnya bangkai, daging babi, dan sesuatu yang disembelih karena selainAllah.[33]

Selanjutnya menurut az-Zuhaili seseorang boleh berijitihad dalam bidang mu'amalat, perjanjian, syarat-syarat yang mengacu pada kemaslahatan, selama tidak bertentangan dengan nas dan prinsip-prinsip syariat. Menurutnya ijtihad dalam menetapkan suatu produk hukum harus dibangun diatas fondasi syariat dan mempertimbangkan 'urf, adat istiadat dan kemaslahatan.[34]

Az-Zuhaili meyakini bahwa persoalan kontemporer menyimpan beberapa masalah hukum yang belum dijelaskan oleh ulama terdahulu. Ia memberikan contoh dalam bidang hukum dan politik, misalnya; perjanjian perbatasan darat, laut, dan udara (bagi kepentinga negara) dan amandemen perundang undangan. Dalam bidang ekonomi, misalnya; perjanjain asuransi dan ketentuan polis, perjanjian pembagian keuntungan dan kerugian jual beli barang yang realisasinya diberikan secara tempo, kegiatan ekspor impor, sewa menyewa, jaminan pegadaian dan lain sebagainya.

Az-Zuhaili beranggapan kompleksitas masyarakat di abad sekarang ini menuntut adanya ijitihad bersama. Karena ijtihad bersama pembahasannya lebih komprehensif dan representatif. Alasan inilah yang membuat az-Zuhaili menyuarakan adanya tajdid (pembaharuan) dalam hukum.[35] Tujuan dari adanya pembaharuan hukum Islam untuk membuktikan sifat fleksibilitas syari'at Islam dalam bidang mu'amalah yang tidak bertentangan dengan nas-nas syar'i.

 

G.      Penutup.

Sebagai ulama kontemporer yang ikut lantang menyuarakan perlu adanya gerakan pembaharuan dalam ijtihad, az-Zuhaili menempatkan al-Quran dan al-Sunnah pada posisi puncak dalam hirarki sumber penggalian hukum. az-Zuhaili juga mengakomodasi sumber hukum lain yang meliputi ijma', qiyas, istihsan, mashlahah mursalah (istishlah), 'urf, sad al-dzarai', syar'u man qablana, mazhhab shahabi dan istishab.[36]

Kemudian az-Zuhaili mengklasifikasikan dua kategori sumber hukum. Pertama, sumber hukum yang tidak dapat diperdebatkan, meliputi: al-Qur'an, al-Sunnah, ijma' dan qiyas. Kedua, sumber hukum yang debatable (memungkinkan terjadinya perdebatan) dikalangan ulama.Pada kategori sumber hukum yang debatable, az-Zuhaili menyebutkan dua istilah dalam penggalian hukum yakni istidlal[37]dan ma yattashilu ila al-istidlal (sesuatu yang dapat sampai pada istidlal). Yang termasuk kategori istidlal antara lain; al-talazum baina al-hukmaini min gairi ta'yini 'illah,[38] istishab al-hal, syar'u man qablana, al-istihsan, al-masalih al-mursalah. Sedangkan yang termasuk ma yattashilu ila al-istidlal adalah qaul ash-shahabi, al-'urf dan sad az-zarai'.[39]

Az-Zuhaili juga mengklasifikasikan dalil menjadi dalil naqliyah (dalil yang bersumber pada wahyu) dan 'aqliyah (berdasarkan atas rasionalisasi). Yang termasuk dalil naqliyah menurutnya adalah al-kitab, as-sunnah, al-ijma', al-'urf, syar'u man qablana dan mazhab shahhaby. Sedangkan yang termasuk dalil 'aqliyah adalah qiyas, mashlahhah mursalah, istihsan, istishhhab, sad az-zara'i'. Masing-masing dalil tersebut menurutnya saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Baginya ijitihad tidak akan bisa diterima tanpa bersandar pada asas-asas dalil 'aqliyah dan dalil naqliyah. [40]

Dalam pembentukan hukum, dalil-dalil tersebut ada yang berdiri sendiri seperti al-Qur'an, al-Hadis, ijma' dan sumber hukum lain yang berhubungan dengannya meliputi istihsan, 'urf, dan mazhab shahabi. Dan ada yang tidak berdiri sendiri yakni al-Qiyas.[41]

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abu Bakar Ahmad ibn Ali Ar-Razi al-Jassas al-Hanafi, Tafsir Ahkam al-Qur�an.

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Tt.

Akh. Minhaji, �Pendekatan Sejarah Dalam Kajian Hukum Islam�. Suka Press.1999.

........................, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, Suka Press. 2013.

'Abd. Wahhab Khallaf, 'Ilmu Ushul al-Fiqh, cet ke-12, Kairo: Dar al-Qalam, 1978.

'Aly al-Khafi>f, asy-Syirka>t fi al-Fiqh al-Isla>mi (Kairo: al-Mat{ba'ah al-Muh{ammadiyah, 1952)

az-Zuhaili: Fiqh al-Isla>mi wa Adilatuhu ,cet. ke-1 (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986)

............Ushul al-Fiqh al-Islami, cet. ke-1 (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986)

..........., Naz{ariyat ad{-D{aru>rah asy-syar'iyah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1999)

..........., At-Tafsir al-Munir(Beirut: Dar al-Fikr, 1998).

..........., Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban, alih bahasa M. Thahir, cet. ke-1 (Yogyakarta: Dinamika, 1996),

..........., Naz{ariyah ad{-d{aru>rah al-syar�iyah, (Damskus: Dar al-Maktaby, 1996)

..........., at-Tamwil wa suq al-awraq al-maliyah, cet ke-1 (Damskus: Dar al-Maktaby, 1997)

..........., at-Tafsir al-Munir wa al-'Aqidah wa asy-Syari'ah wa al-Manhaj, Juz. I, 23, Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu'ashirah, 1991.

..........., At-Tafsir Al-Wajiz, ( Beirut: Dar al Fikr, tt ).

..........., Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami (Beirut :Dar al-Fikr, 1987).

...........,Asbab al-Ikhtilaf wa Jihat an-Nazhr al-Fiqhiyyah (Damskus: Dar al-Maktaby, 1997)

Ali Hasballah, Ushul at-Tasyri' al-Islami. (Beirut: Dar al-Fikr, 1995 M/1416 H)

Asy-Syatibi, al-Muwafaqat, I(Beirut: Dar al-Fikr, 1990 M/1412 H).

Ahmad Bin Hanbal, Musnad Ahmad, edisi M.F. 'Abd. Baqi (Beirut: Dar al-Fikr, 1994 M/1414 H.

Badi' as-Sayyid al-Lahham, 'Ulama wa Mufakkirun Mu'ashirun, Lamhah Min Hayatihim wa Ta'rif bi Mu'allafatihim, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2001).

Don Pertz, The Midle East Today, New York : Praeger Plub Publisher, 1986.

Earl Babbie, The Practice of Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986

Ensiklopedi Indonesia, Jilid VI Jakarta : Ichtiar baru Van- hoeve, 1986.

Fatoni, Uzlah Menurut Doktor Wahbah az-Zuhaili,www.Tripud.Com

http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php.

J.N.D. Anderson Cambridge, The Syirian Law Of Personal Status, University press2010.

Jaih Mubarok. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam.Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2000

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ismail Raji Al-Faruqi, Muslim Historiography. ff.

Ibn Qayim, I'lam al-Muwaqqi'in. (Beirut: Dar al-Fikr, 1990 M/1411 H).

Muslim, Shahih Muslim, edisi Abi al-Hasan Muslim bin al-Hajjaj (Beirut: Dar al-Fikr, 1993 M/1414 H).

Prajudi Atmosudirjo, Konstitusi Syria, Jakarta : Galia Indonesia, 1993.

Phillips K Hitti, Syria : A Short History, New York ; Collier Book.1961

Sayyid Muhammad �Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum  wa Manahijuhum, (Damaskus : Dar al-Fikr 1990) 

Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries : History, Tezs and Comparative Analysis. New Delhi ; Academy of law an Religion, 1987

 

 

 

 

 

 



[1] Badi' as-Sayyid al-Lahham, Wahbah az-Zuh{aili> al-'ali>m al-Faqi>h al-Mufassir, dalam 'Ulama> wa Mufakkiru>n Mu'a>s{iru>n, Lamh{ah Min Haya>tihim wa Ta'ri>f bi Mu'allafa>tihim, bagian XII, cet ke-1 (Damaskus: Dar al-Qalam, 2001), hlm., 12. Lihat juga Nurul Fatoni, Uzlah Menurut Doktor Wahbah az-Zuhaili,www.Tripud.Com

[2] Ayah az-Zuhaili, wafat pada hari Jum'at sore tanggal 13 Jumadil Ula 1395 H/ 23 Maret 1975 M. Sedangkan Ibunnya wafat pada hari Ahad 11 Jumadil Akhirah 1404 H/ tanggal 13 Maret 1984 H. Ibid., hlm., 13.

[3] Nama sendiri kadang tidak dikenal, yang dikenal justru profesi atau pekerjaannya. Misalnya Hujjatul Islam imam Abu Bakar Ahmad ibn Ali Ar-Razi al-Jassas al-Hanafi, dikaitkan dengan kata al-Jassas, karena profesinya sebagai pedagang kapur (gamping) penulis kitab Tafsir Ahkam al-Qur�an. Yang lebih dikenal dengan Tafsir al-Jassas. Nama penulis sendiri tidak dikenal, yang lebih dikenal adalah profesinya.

[4] Akh. Minhaji, �Pendekatan Sejarah Dalam Kajian Hukum Islam�. Dalam jurnal Muqaddimah, no. 8 tahun v/1999 hlm. 68. Lihat pula Ismail Raji al-Faruqi, Muslim Historiography, hlm 112 ff.

Studi Islam, pada masa-masa awal, terutama masa Nabi dan sahabat, dilakukan di Masjid. Pusat-pusat studi Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Amin, Sejarawan Islam kontemporer, berada di Hijaz berpusat Makkah dan Madinah; Irak berpusat di Basrah dan Kufah serta Damaskus. Masing-masing daerah diwakili oleh sahabat ternama.Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Mesir: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Tt. Tc., h. 86

[5]http:/www.Zuhaili.com/biography.htm. lihat juga Badi' al-Sayyid al-Lahham, hlm., 14-16.

[6]Ibid.

[7]http:/www.nu.or.id. Pegetahuanterbagi menjadi dua macam; pengetahuan yang diperoleh melalui persetujuan dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman langsung atau observasi. Pengetahuan pertama diperoleh dengan cara mempercayai apa yang dikatakan orang lain karena kita tidak belajar segala sesuatu melalui pengalaman kita sendiri.Earl Babbie, The Practice of Social Research, California: Wadasworth Publishing Co., 1986, hlm. 5

[8] Syaikh Mahmud Yasin merupakan salah satu Muassis (pemimpin) Jam'iyah an-Nahd{ah al-adabiyah, Jam'iyah al-'Ulama>, Ra>bit{ah al-'Ulama>, Jam'iyah al-Hida>yah al-Isla>miyah,beliau wafat pada tahun 1367 H / 1948 M. Badi'i al-Sayyid al-Lahham, hlm., 20.

[9] Beliau adalah pemimpin Jam'iyah al-Tahz^ib wa at-Ta'li>m, wafat pada tahun 1387 H/1958 M.

[10] Beliau seoarng ulama maz^hab Hanafi, pengurus Rabit{ah al-'Ulama> Damaskus, wafat pada tahun 1411 H/1990 M.

 

[11] Beliau seorang ulama mazhab Hambali, Dekan pertama fakultas Syari'ah Universitas Damaskus, wafat pada tahun 1382 H/ 1962 M.

[12] Syaikh al-Rankusy seorang Mudir (pimpinan) Dar al-Hadis al-Asyrafiyah Damaskus, beliau murid terbaik dari Syaikh Badruddin al-Husni dan Syaikh Muhammad Abu al-Khair al-Maidani, wafat pada tahun 1405 H/ 1985 M.

[13]Muhamad Abu Zahrah merupakan ulama kontemporer yang terkenal dalam bidang Ushul fiqhnya. Beliau menyusun lebih dari 50 kitab, wafat pada tahun 1395 H. Adapun Mahmud Syaltut termasuk ulama yang lantang menyerukanpembaharuan dalam bidang fiqh dan tafsir, wafat pada tahun 1383 H/ 1963 M. Ibid. hlm., 24.

[14] Sebagai penghormatan terhadap guru-gurunya dari Syam dan Mesir, az-Zuhaili melontarkan pernyataan " Akhaz^tu 'an Syuyu>khi Mishra al-'Ilma, wa Ta'allamtu Min Syuyu>khi al-Sya>m al-'Amala bi al-'Ilmi wa al-Wara'i " (aku mengambil ilmu dari guru-guruku di Mesir, dan aku belajaramal denganilmu dan wara' dari guru-guruku di Syam). Ibid. hlm, 28.

Dalam hal ini, Ali Iyazi menambahkan bahwa tujuan penulisan Tafsir al-Munir ini adalah memadukan keorisinilan tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer, karena menurut Wahbah az-Zuhaili banyak orang yang menyudutkan bahwa tafsir klasik tidak mampu memberikan solusi terhadap problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Quran dengan dalih pembaharuan. Sayyid Muhammad �Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum  wa Manahijuhum, (Damaskus : Dar al-Fikr)  hlm.685

 

[16]Kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh     (الفقه الإسلامي وأدلته  ) merupakan sebuah kitab fiqh agung zaman mutakhir ini, yang masyhur menjadi telaah para ulama dan rujukan di pusat-pusat pengajian Islam. Kitab yang dianggap sebagai sebuah ensiklopedia fiqh dan perundangan Islam ini

Dalam kitab ini ini az-Zuh{aili> sendiri ketika membahas ad{-d{aru>rah selalu mengaitkannya dengan term al-h{a>jah. Namun secara teoritis az-Zuh{aili> memposisikan al-h{a>jah sebagai turunan dari keberadaan ad{-d{aru>rah. Hal ini dapat dilihat dari pemetaan beliau tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan konsep ad{-d{aru>rah. Az-Zuhaili, Naz{ariyah ad{-d{aru>rah al-syar�iyah, hlm. 72, 159, 165, 170,172, 173. lihat juga dalam karya beliau at-Tamwi>l wa su>q al-awra>q al-ma>liyah, cet ke-1 (Damskus: Dar al-Maktaby, 1997), hlm. 8.

 

[18]Karya ini diajarkannya dibeberapa Universitas di Sudan, Pakistan dan lainnya.Karyanya yang lain yaitu Ushu>l al-Fiqh al-Isla>mi, diajarkan az-Zuhaili pada Universitas Islam di Madinah dan Riyad.

[19]Mayoritas penduduk disana adalah petani yang menanam Gandrum, Kapas dan Zaitun. dan sebagian lain beternak Lembu atau kambing. penghasilan lain Syria adalah dari minyak bumi yang baru digali pada tahun 1956. Cadangan minyak disana diperkirakan 1,5 Milyar barrel. Disamping penghasilan diatas, Syria juga mendapat penghasilan dari sektor lain yakni pajak transit dari pipa-pipa minyak milik negeri tetangganya Irak dan Saudi Arabia yang melintasi negerinya untuk disalurkan menuju Teluk Persia selanjutnya dibawa ke Negara-negara konsumen khususnya Eropa dan Amerika. Ensiklopedi Indonesia, Jilid VI halaman 3408 - 3410, Jakarta : Ichtiar baru Van- hoeve, 1986.

[20]Phillips K Hitti, Syria : A Short History, New York ; Collier Book.1961. hal 73

[21]Bentuk negara Syria adalah Republik. Demokrasi adalah milik rakyat, artinya rakyatlah yang berdaulat. Selain itu Syria menganut faham sosialis. Sistem pemerintahan di Syria adalah presidensiil dimana presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan yang paling berkuasa. Namun konstitusi tahun 1973 membatasi kewenangan presiden serta membatasi masa jabatannya. karena partai Baath yang berkuasa disana, maka presidan merupakan pimpinan Partai Baath. Dalam konstitusi itu ditentukan bahwa presiden haruslah orang muslim (pasal 3 Konstitusi).Prajudi Atmosudirjo, Konstitusi Syria, Jakarta : Galia Indonesia, 19993, Hal. 17

[22]http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php

[23]J.N.D. Anderson Cambridge, The Syirian Law Of Personal Status, University press 

����� hlm. 234

[24]http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php

[25]Pada tahun 1953, seorang mufti Damaskus yang bernama Syeikh Ali al-Tanthawipelopor terbentuknya hukum. Draft hukum ini dengan sangat sistematis dan komprehensip karena isi dari draft itu sudah diselaraskan dengan setting sosio-kultural yang ada dan berlaku di masyarakat. Kemudian pemerintahan sendiri membentuk suatu komisi yang bertugas untuk melaksanakan. Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries : History, Tezs and Comparative Analysis. New Delhi ; Academy of law an Religion, 1987. hlm 140.

[26]Don Pertz, The Midle East Today, New York : Praeger Plub Publisher, 1986. hlm 397

[27] Az-Zuhaili, Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban, alih bahasa M. Thahir, cet. ke-1 (Yogyakarta: Dinamika, 1996), hlm., 16-17.

[28] Az-Zuhaili, Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban ..... hlm, 18.

 

[29]Ibid.......hm 20.

 

[30] Az-Zuhaili, Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban ........... hlm 50 -52

[31]Faktor Pendorong Pembaharuan Hukum Islam diantaranya adalah : Pertama; Perubahan situasi dan kondisi zaman membawa perubahan cara berfikir ulama,maka berubah pula cara memberi interpretasi atas kehendak Allah, lalu membawa perlunya perubahan dalam merumuskan fiqh(hukum islam. Kedua ; Banyaknya masalah hukum dalam kehidupan sosial masa kini yang belum terjangkau oleh rumusan fiqh lama. ,Jaih Mubarok. Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2000. Hlm 83.

 

[32] Az-Zuhaili, Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban ........... hlm 78.

 

[33] Az-Zuhaili, Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban ........... hlm 90.

 

[34]Ibid........... hlm 102.

 

[35]Ibid........... hlm, 240.

 

.[36]Ibid., hlm., 80.lihat juga az-Zuhaili, Us{ul> al-Fiqh al-Isla>mi>,cet. ke-1 (Damaskus: Dar al-Fikr, 1986), I: 417.

 

Az-Zuhaili mendefinisikan istidlal adalah 'ibarah tentang suatudalil yang tidak terdapat dalam nas (al-Qur'an dan al-Hadis) maupun dalam ijma' dan qiyas.

 

Az-Zuhaili mendefinisikan istilah ini sebagai ketetapan diantara dua hukum tanpa menentukan illatnya, ia mencontohkan ungkapan setiap wudlu adalah ibadah dan setiap ibadah memerlukan niat. Sehingga diambil kesimpulan hukum setiap wudlu memerlukan niat. Hal ini termasuk silogisme induktif.

 

[39] Az-Zuhaili, Us{u>l al-Fiqh al-Isla>m, II: 733.

 

[40] Az-Zuhaili,............... I: 418.

 

[41] Menurut az-Zuhaili al-Qur'an, al-hadis, ijma', istihsan, 'urf dan mazhab shahabi dalam menetapkan hukum tidak memerlukan perangkat lain, sedangkan qiyas dalam menetapkan hukum memerlukan hukum asal yang dapat ditemukan dalam al-Qur'an, Al-Sunnah, dan ijma', Selain itu qiyas juga memerlukan adanya penjelasan mengenai 'illathukumasal. Dengan demikian ketika ijma' memerlukan sandaran hukum bukan berarti tidak berdiri sendiri dalam penentuan hukum. Ijma' memerlukan sandaran hukum hanya untuk memenuhi tuntutan semata ketika terbentuknya ijma'. Ibid. hlm., 419.