PENDIDIKAN BERBASIS BASYARIYAH
(Tela'ah Semantik /dilalah terhadap term Al-Basyar
dalam Alquran)
Eman Sulaeman
(Dosen Institut Agama Islam Bunga Bangsa
Cirebon)
_______________________
Abstrak
�����������
Salah satu bentuk kegagalan penyelenggaraan pendidikan
di era modern adalah melahirkan manusia yang terpisahkan dengan kemanusiaannya (unsuniyyah).
Humanisasi pendidikan setiap hari semakin keras diteriakan diberbagai forum,
namun dalam kenyataanya humanisasi malah �mewariskan dehumanisasi. Humanisasi
pendidiakan tidaklah cukup dengan merekayasa model dan strategi pembelajarannya
saja,� akan tetapi hal yang lebih penting
adalah merekayasa kembali dasar filosofis/ konsef� pendidikan itu sendiri terutama dari aspek
manusia sebagai subjek pembelajar. Teaah hakikat manusia sebagai insan
pembelajar, setidaknya bisa melalui pendekatan dilalah/ semantik terhadap� kata �al-basyar.
�Melalui telaah ini, akan ditemukan
tentang hakikat manusia sebagai basyar, yang kemudian akan dijadikan
sebagai landasan dalam pengembangan pendidikan yang berbasis kepada manusia itu
sendiri (humanistic Education) .
Key word:
Humanisasi, Semantik/ Dilalah, Basyar
_______________________
A.
Pendahuluan
Persoalan "manusia", �merupakan suatu diskursus yang tidak pernah
berhenti dari zaman klasik sampai zaman mekanik (dibaca: modern). Manusia merupakan makhluk yang
sangat unik dan misterius. Berbagai kajian tentang manusia mulaidari hakikat
sampai manfaat, mulai fisik sampai psikis, seakan tak pernah berujung. Tanpa
terkecuali hubungan manusia dengan pendidikan.
Dewasa ini, perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh besar
terhadap modernisasi pendidikan. Modernisasi pendidikan sangat tampak kelihatan
tidak hanya menyangkut persoalan metode dan media pendidikan, tapi juga
menyangkut persoalan landasan pendidikan. Modernisasi pendidikan telah mampu
menggeser bahkan menggusur �cara pandang dunia
pendidikan terhadap manusia sebagai subjek pendidikan. Konsekwensinya, modernisasi
pendidikan telah mewariskan "dosa besar" yaitu dehumanisasi pendidikan, yaitu pendidikan yang
semakin menjauhkan manusia dari fitrahnya secara holistic yaitu sebagai al-insan dan al-basyar. Peserta
didik tidak lagi diberikan ruang gerak untuk mengembangkan fitrah-nya/
potensinya, melainkan diperlakukan sebagai makluk material yang mati (sebagaimana difahami oleh kaum positifisme). Belum lagi dari arah pendidikan, manusia hanya dicetak menjadi
robot-robot modern yang� hanya mampu
berfungsi dan berperan sesuai dengan instruksi-instruksi yang telah
diprogramkan oleh progremer.
Wacana humanisasi pendidikan, tidaklahlah cukup
dengan merekayasa metode pembelajaran semata yang bersifat praksis,� melainkan harus berawal dari landasan
pendidikan itu sendiri yang bersifat filosofis. Salah satu upaya membangun pendidikan yang humanis adalah melalui
kajian filosofis manusia sebagai makluk biologis "basyar" dan kedudukannya dengan
konsef pendidikan.
Pertanyaan mendasar bagi kita adalah, bagaimanakah hakikat / filosofis manusia
sebagai al-basyar dan kaitannnya dengan pendidikan?
B.
Pembahasan
a)
Manusia Sebagai Entitas
Biologis dan Psikologis
Alquran cukup gamlang mendiskusikan persoalan manusia. Sehingga dalam
Alquran dapat kita temukan ragam term yang merujuk kepada manusia, seperti "al-basyar�,
�"al-insan" " bani �dam�,
�al-ins�, �an-nas�, �an-nafs�, �al-anfus�, dan �an-nuf�s�.Term-term
tersebut memiliki dil�lah �yang berbeda. Lahirnya perbedaan dilalah tersebut ketika dilihat dari konteks ayat yang menggunakan
istilah-istilah tersebut. Perbedaan istilah sendiri merupakan suatu
keistimewaan bagi Alquran, bukan
menunjukan inkonsisntensi� atau
kontradiksi dialketika Alquran. Diskursus menarik dari term-term di atas, yang ada
kaitanya dengan pendidikan adalah terkandung dalam kata "al-basyar".
Menurut Syaikh Hajj Muhammad Karim Khan
Kirmani� sebagaimana dikutif oleh Miftah
Faridl (2000:x) fisik
manusia merupakan wujud yang senantiasa menyerahkan dirinya sendiri,
menghambakan eksistensinya kepada sesuatu yang menciptakannya. Struktur fisik
manusia, dalam perjalanan hidup selanjutnya sangat bergantung pada pekerjaan
serta kesadaran spiritual yang dimiliki khususnya mengenai dunia tuhan. Ketika
rasa keimanan dan corak perilakunya muncul secara alamiah, ia akan senantiasa
sejalan dengan tuntuan misi reliji tersebut. sehingga ketika sampai pada tahap
akhir dari masa hidupnya, manusia berada pada suatu kesadaran primordialisme
spiritual sebagai sumber kekuatan asasi dari wujud fisikal yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam pandangan islam, manusia
dipandang utuh antara dua komponen dasar yang membentuk eksistensinya, yaitu
komponen jiwa dan komponen raga/ fisik.
Hal
yang harus disadari oleh kita bahwa kehadiran manusia sebagai makhluk fisikal, sesungguhnya berkaitan dengan apa yang disebut
sebagai kehendak tuhan (Divine Will/ Masyiatulloh). Kehendak tuhan ini
menjadi sumber segala bentuk penciptaan. Tidak ada satu wujud pun di dunia ini
yang terjadi di luar kehendak-Nya. Atas dasar kehendak ini pula segala sesuatu
yang wujud senantiasa memiliki hubungan logis, seperti cahaya dengan wujud
mataharinya, cahaya bulan dengan wujud bulannnya, cahaya lampu dengan wujud
lampunya. Demikian juga manusia, peranan diriya memiliki hubungan logis dengan wujud manusianya. Singkat kata fisik manusia
merupakan sesuatu yang berbeda tapi memiliki hubungan yang sejajar dan saling
membutuhkan (horizontal transcendental). (Al-Ghazali, 1968:18).
Oleh karena itu, wujud fisik/ bilogis manusia
seperti ini sangat berhubungan dengan devinine Will atau kehendak Allah.
oleh karena itu manusia diciptakan seperti ini adalah atas dasar� dan bersesuaian dengan kehendak Tuhan, bukan atas
dasar ketidak sengajaan sehingga tiba-tiba bisa berwujud seperti ini.
Alquran menyebutkan manusia diciptakan dalam wujud
yang paling sempurna, maka kesempurnaan ini sesungguhnya adalah bagian dari
kesengajaan Allah (bukan kejadian yang tidak disengaja). Karena wujud ganda
manusia (makhluk biologis dan non biologis) maka secara otomatis kesempurnaan
ciptaan-Nya juga meliputi dua kompnen tersebut.
b). Manusia Sebagai Basyar
dalam Alquran
Kajian filosofis manusia kaitannya dengan dunia pendidikan
(terutama pendidikan islam), tidak bisa dipisahkan dari hakikat manusia itu
sendiri dalam pandangan Alquran. Sebab pendidikan islam pada dasarnya bersumber
dari landasan normative yaitu alquran.
Manusia sebagai makluk biologis diartikan sebagai makluk
yang berbentuk fisik dan bisa dindra, serta memiliki naluri kesamaan manusia
yaitu butuh makan, minum serta hubungan sexual. Setiap manusia dalam hal ini
memiliki kesamaan yaitu sebagai entitas materi/ ragawi yang terdiri dari mata,
hidung, kepala, tangan perut dan kaki.
Subtansi manusia sebagai makluk biologis adalah
terletak pada adanya wujud fisik yang bisa di lihat, adanya naluri untuk makan
dan minum serta kebutuhan untuk hasrat seksual. Atas dasar ini pula, penulis
melihat dalam Alquran pun banyak kata-kata manusia yang disandingkan dengan
subtansi manusia tersebut. Hemat penulis, redaksi-redaksi ayat tersebut ingin
memudahkan pemahaman kita terhadap manusia sebagai makluk fisikal.
Ada empat terma di dalam Alquran yang
mendeskripsikan manusia sebagai makhluk biologis, yaitu kata Albasyar,
al-jasad, Al-jism, Al-badan, al-insan
1. Al-Basyar
Kata Basyar di dalam al-Qur�an disebut sebanyak
36 kali dan tersebar dalam 26 surat, dengan berbagai bentuk derivasinya ada
yang berbentuk kata benda mufrod ada juga mutsanna. (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1992: 153-154). Sedangkan bentuk jamak
tidak ditemukan di dalam alquran, sekalipun kata al-basyar bisa
menunjukan makna mufrod juga makna jamak. Berbeda dengan kata "an-nas"
yang memiliki arti jamak. �
Kata basyar dibangun oleh tiga huruf utama yaitu
huruf ba-sya dan ra. Dan menurut Abi Al-Husain Ibn Faris ibn Zakaria dalam �Mu�jam AL-Muqyis fi AL-Lughoh memaparkan, semua kata yang dibangun oleh ba, syin, dan ra, seperti basyar, basyiron, , busyo
mengandung makna seputar sesuatu yang
tampak jelas (al-dhohru), baik, indah dan cantik.
Secara
bahasa makna Basyar menurut Abu Hilal Al-'Askari, memiliki dua arti, 1) kondisi yang baik (diambil
dari kata "al-basyaaroh" yang berarti kondisi yang baik/
bagus). Manusia disebut al-basyar karena manusia merupakan makhluk tuhan
(hayawan) yang paling bagus kondisinya; 2) Makhluk fisikal/biologis, yang
nampak dan bisa diindra (diambil dari kata "jild al-basyar" yaitu kulit
muka bagian luar). (Abu Hilal al-Askari, tt:101). �Dalam pandangan beliau, al-basyar adalah fisik
yang bagus/ sempurna. Sejalan dengan itu, Al-Raghib Al-Asfahani dalam kitabnya
�Mu�jam Al-Mufrodat fi Al-Quran�, menyatakan bahwa penggunaan kata "al-Basyar"� untuk menjelaskan manusia secara biologis karena
kulit manusia tampak dengan jelas. Hal yang sama juga dikemukakan Qurais Shihab
dalam bukunya� �Wawasan Alquran, manusuia
disebut dengan� �al-basyar� karna
kulitnya tampak dengan jelas sehingga, berbeda dengan kulit binatang yang di
tutupi bulu-bulu (Quraish Shihab, 1996:278).
Dari
beberapa pandangan di atas, penulis melihat bahwa Alquran menggunakan kata�al-basyar� untuk
menjelaskan subtansi manusia sebagai makluk fisikal/ biologis yang dimiliki oleh sifat keumuman manusia.
Sifat-sifat keumuman manusia
sebagai makluk fisikal/biologis (al-basyar) tersebut seperti butuh makan, butuh minum, butuh tidur, butuh hubungan sex, �mengalami
kesakitan, kebahagiaan dan
sebagainya. Memahami sifat-sifat biologis manusia seperti ini sangat
penting dalam upaya memahami konteks ayat-ayat alquran yang menggunakan kata al-basyar
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan manusia. Sebab di dalam Alquran, banyak sekali Allah
menggunakan kata ini dan selalu dipatronkan dengan sifat-sifat manusia sebagi
makhluk materi/ biologis baik secara tersurat maupun tersirat.
Di kalangan para pemikir dan mufassirin, posisi manusia sebagai makluk biologis memang
jarang disinggung dan dikaji secara mendalam, lain halnya dengan posisi
manusia sebagi makluk psikologis dan sosiologis.
Asumsi penulis bahwa manusia jarang
dibahas dari aspek itu karena memang subtansi dari manusia terletak bukan pada
fisik tetapi pada psikis. Hal ini sebagaimana juga ungkapkan oleh imam
Alghozali bahwa hakikat manusia itu terletak pada jiwa bukan raga (jism)
(Al-Ghazali, 1968: 26). Namun demikian, kajian tentang hakikat manusia sebagai
makluk biologis sangat dibutuhkan, terlebih dalam konteks pendidikan yang melibatkan manusia sebagai objek dan subjeknya. Sebab, memahami posisi
manusia sebagai makluk fisikal/ biologis dan ruhaniah sangat membantu untuk
mendudukan manusaia dalam pendidikan. Jiwa dan raga adalah satu kesatuan yang
tak bisa dipisahkan seperti penunggang
kuda dengan kudanya (Al-Ghazali, 1964:338).
Memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan manusia sebagai
makluk biologis bisa dilakukan melalui pendekatan patron kata "al-basyar"
dengan subtansi manusia sebagai makluk biologis sebagaimana yang telah
tercantum dalam alquran.
Adapun
ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan manusia sebagai unsur biologis (albasyar)
sebagaimana tercantum dalam ayat-ayat berikut:
1)
Kata "al-Basyar"
dipatronkan dengan aktifitas fisik seperti al-massu (menyentuh),� seperti dalam ayat-ayat berikut:
- Q.S.
Ali Imron: 47
قَالَتْ
رَبِّ أَنَّى
يَكُونُ لِي
وَلَدٌ وَلَمْ
يَمْسَسْنِي
بَشَرٌ
قَالَ
كَذَلِكِ
اللَّهُ
يَخْلُقُ مَا
يَشَاءُ
إِذَا قَضَى
أَمْرًا
فَإِنَّمَا
يَقُولُ لَهُ
كُنْ
فَيَكُونُ (47)
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,
padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah
berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah
hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.
Di dalam ayat ini kata basyar disandingkan dengan kata al-massu
(lam yamsasniy). Sedangkan yang dimaksud al-masis
(menyentuh) dalam ayat ini artinya bergumul dan berhubungan sex. (Abu Muhammad
Abdul Haq, tt: 65). �Berdasarkan
pendekatan ini, makna albasyar dalam hal ini adalah makluk material/
fisik. Sebab hubungan sex / zina (sebagai mana dalam Q.S. Maryam: 20) hanya
bisa dilakukan oleh manusia dalam arti fisiknya. Demikian juga kata basyar yang
digunakan dalam ayat ini. (Q.S. Maryam: 20)
قَالَتْ
أَنَّى يَكُونُ
لِي غُلَامٌ
وَلَمْ
يَمْسَسْنِي
بَشَرٌ
وَلَمْ أَكُ
بَغِيًّا (20)
Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki,
sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang
pezina!"
2) Kata Al-basyar
dipatronkan dengan kata-kata yang bermakna material seperti air, tanah liat.
Seperti dalam ayat-ayat berikut:
- Q.S. Al-hijr: 28
وَإِذْ
قَالَ
رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي
خَالِقٌ
بَشَرًا مِنْ
صَلْصَالٍ مِنْ
حَمَإٍ
مَسْنُونٍ (28)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya
Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk.
- Q.S. Al-hijr: 33
قَالَ
لَمْ أَكُنْ
لِأَسْجُدَ لِبَشَرٍ
خَلَقْتَهُ
مِنْ
صَلْصَالٍ
مِنْ حَمَإٍ
مَسْنُونٍ (33)
Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia
yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk".
- Q.S. Shod: 71
إِذْ
قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي
خَالِقٌ
بَشَرًا مِنْ
طِينٍ (71)
(Ingatlah) ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari
tanah".
Berkaitan dengan ayat-ayat
yang menjelaskan asal penciptaan manusia sebagai basyar (seperti tiga
ayat di atas), Qurais Sihab memberikan penafsiran yang sama bahwa pada dasarnya
al-basyar yang disandingkan dengan material menekankan pada makna
kesamaan dalam sosok fisik yaitu memiliki dua hidung, dua telinga, kepala dan
kaki. Juga memiliki� yang sama yaitu haus
dan lapar, dorongan seksual, cemas dan berharap dan sebagainya. Itu sebabnya
nabi Muhammad diperintah untuk menyatakan bahwa
إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ ...
"Sesungguhnya aku ini
tiada lain kecuali "basyar" seperti kamu�" yaitu sama-sama makluk
fisik. Kesamaan ini terbangun karena memang factor internal asal-usul
penciptaan manusia adalah dari material yang sama yaitu tanah dan air. (Quraish Sihab, 2004:122).
3)
- Q.S. Hud: 27
فَقَالَ
الْمَلَأُ
الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ
قَوْمِهِ مَا
نَرَاكَ
إِلَّا
بَشَرًا
مِثْلَنَا وَمَا
نَرَاكَ
اتَّبَعَكَ
إِلَّا
الَّذِينَ
هُمْ
أَرَاذِلُنَا
بَادِيَ
الرَّأْيِ وَمَا
نَرَى لَكُمْ
عَلَيْنَا
مِنْ فَضْلٍ
بَلْ
نَظُنُّكُمْ
كَاذِبِينَ (27)
Maka
berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak
melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan
kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang
hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu
memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu
adalah orang-orang yang dusta".
Dalam ayat ini ada kata "basyarun
mitslukum" yang diawali oleh kata "naroka". Kata naroka
secara bahasa berasal dari kata roa-yaro yang berarti melihat secara
kasat mata (beda dengan nadzoro atau bashoro). Penggunaan kata
ini menunjukan bahwa maksud basyar dalam ayat ini adalah manusia dalam arti fisik
yang bisa dilihat oleh kasat mata siapapun yang hadir pada saat itu.
- Q.S. Ibrahim: 10
قَالَتْ
رُسُلُهُمْ
أَفِي
اللَّهِ
شَكٌّ فَاطِرِ
السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
يَدْعُوكُمْ
لِيَغْفِرَ
لَكُمْ مِنْ
ذُنُوبِكُمْ
وَيُؤَخِّرَكُمْ
إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى قَالُوا
إِنْ
أَنْتُمْ
إِلَّا
بَشَرٌ
مِثْلُنَا
تُرِيدُونَ
أَنْ
تَصُدُّونَا
عَمَّا كَانَ
يَعْبُدُ
آَبَاؤُنَا
فَأْتُونَا
بِسُلْطَانٍ
مُبِينٍ (10)
Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap
Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan
kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang
ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia
seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami
dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada
kami bukti yang nyata.
Sebagaimana telah di singgung sebelumnya bahawa yang dimaksud dengan
ungkapan "Basayarun Mitslukum" menurut Quraish Sihab yaitu
kesamaan fisik orang yang hadir dalam konteks dialog tersebut (Quraisy Sihab,
2004: 32). �Artinya jika ayat di atas
menceritakan dialogis antara para rasul dan orang-orang kafir, maka ungkapan
para rasul atau sebaliknya bahawa kami ini adalah manusia biasa menunjukan arti
kesamaan dalam hal fisik.
4)
Ada lagi kata
al-basyar yang disandingkan dengan�
manusia yaitu makan dan minum seperti dalam surat Al-Mu'minun: 33
وَقَالَ
الْمَلَأُ مِنْ
قَوْمِهِ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَكَذَّبُوا
بِلِقَاءِ الْآَخِرَةِ
وَأَتْرَفْنَاهُمْ
فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا مَا
هَذَا إِلَّا بَشَرٌ
مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ
مِمَّا تَأْكُلُونَ
مِنْهُ وَيَشْرَبُ
مِمَّا تَشْرَبُونَ
(33)
Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang
mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan
mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang
kamu minum.
Berkaitan dengan ayat ini
imam Athobari dalam tafsirnya Jamiul baya Fi ta'wilil Quran, yang
dimaksud dengan ungkapan tokoh kaum kafir "basyarun mitslukum"
manusia seperti kamu, adalah manusia biasa yang sama-sama makan dan minum
seperti kami bukan malaikat (yang tidak berbentuk materi). (Abu Ja'far
At-Thobari, tt: 34).
Dari
beberapa contoh konteks bahasa (siyaq al-lghowi) di atas, serta berbagai
penafsiran para mufasir terhadap penggunaan kata tersebut, penulis
berkesimpulan bahwa secara umum kata al-Basyar yang diterjemahkan
manusia, lebih menukik pada persoalan manusia sebagai unsur biologis/ fisikal/
material. Karena bisa jadi kata tersebut juga digunakan untuk menunjukan makna
manusia dalam arti psikologis dan sosiologis.
c). Unsur-Unsur Manusia sebagai Makhluk Biologis dalam
Alquran
Sebagai makhuk biologis, manusia memiliki unsur-unsur sebagaimana
diisyaratkan oleh Alquran. diantara unsur-unsur manusia sebagai makluk biologis
yaitu:
1.
al-jasad (Tubuh/ Fisik),
Kata jasad
di dalam Alquran disebut sebanyak 4 kali, dalam penggunaannya ada yang patronkan dengan� makluk yang tak berakal (binatang) dan ada juga yang dikaitkan dengan makluk berakal (manusia). Adapun ayat-ayat Alquran yang mengandung kalimat jasad adalah sebagai
berikut:
1)
Q.s.
Al-a'rof; 148
وَاتَّخَذَ
قَوْمُ
مُوسَى مِنْ
بَعْدِهِ مِنْ
حُلِيِّهِمْ
عِجْلًا
جَسَدًا لَهُ
خُوَارٌ......
Dan kaum
Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan
(emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara....
2)
Q.S. Toha; 88
فَأَخْرَجَ
لَهُمْ
عِجْلًا
جَسَدًا لَهُ
خُوَارٌ .....
Kemudian
(Samiri) mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang
bertubuh dan bersuara,.....
Yang
dimaksud dengan kata jasadan, dalam kedua ayat di atas yaitu sesuatu
yang berbentuk fisik, berupa tubuh yang memiliki daging dan darah (al-jutsah).
(Sihabbudin
Mahmud Al-alusi, tt:318).
3)
Al-Anbiya: 8
وَمَا
جَعَلْنَاهُمْ
جَسَدًا لَا
يَأْكُلُونَ
الطَّعَامَ
وَمَا كَانُوا
خَالِدِينَ (8)
Dan
tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan
tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.
Istilah
jasadan menurut Quraish Sihab adalah jasmani tanpa ruh. (Quraisy Sihab,
2004:421).
4)
Q.S. Shod; 34
وَلَقَدْ
فَتَنَّا
سُلَيْمَانَ
وَأَلْقَيْنَا
عَلَى
كُرْسِيِّهِ جَسَدًا
ثُمَّ
أَنَابَ (34)
Dan
sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di
atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia
bertaubat.
Dalam dua ayat di atas, kata jasad
disandingkan dengan kata- kata yang menunjukan makna lemah seperti "wama
kanu kholidin" dan "alqoina 'ala kursiyihi. Dari konteks
ini bisa difahami bahwa kata jasad digunakan untuk menggambarkan fisik manusia/unsur
biologis lemah, mungkin sakit bahkan mengalami kerusakan dan
kehancuran.
Pemahaman
ini sebagaimana juga dipertegas oleh Allah dalam Quran
اللَّهُ
الَّذِي
خَلَقَكُمْ
مِنْ ضَعْفٍ
ثُمَّ جَعَلَ
مِنْ بَعْدِ
ضَعْفٍ
قُوَّةً ثُمَّ
جَعَلَ مِنْ
بَعْدِ
قُوَّةٍ
ضَعْفًا
Dengan demikian istilah "jasad" yang
merupakan bagian dari unsure manusia sebagai makhluk biologis, bisa diartikan
sebagai fisk manusia yang memiliki sifat kefanaan dan kerusakan.
2.
Al-jism,
Dalama Alquran, kata Jism disebut sebanyak 2 kali dalam bentuk
tunggal dan jamak. �Secara bahasa
kata jism memiliki arti yang sama dengan jasad.�
Kata ini, digunakan oleh Allah di dalam Alquran sebagaimana tercantum
dalam ayat berikut:
1)
Q.s
Al-Baqoroh: 247
....قَالَ
إِنَّ اللَّهَ
اصْطَفَاهُ
عَلَيْكُمْ
وَزَادَهُ
بَسْطَةً فِي
الْعِلْمِ
وَالْجِسْمِ
وَاللَّهُ
يُؤْتِي
مُلْكَهُ
مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ
وَاسِعٌ
عَلِيمٌ (247)
.... (Nabi mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya
menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
2)
Al-Munafiqun:
4
وَإِذَا
رَأَيْتَهُمْ
تُعْجِبُكَ
أَجْسَامُهُمْ
وَإِنْ
يَقُولُوا
تَسْمَعْ
لِقَوْلِهِمْ
كَأَنَّهُمْ
خُشُبٌ
مُسَنَّدَةٌ ........
Dan
apabila kamu melihat mereka (orang-orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.
Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah
seakan-akan kayu yang tersandar. ���.
Menurut Quraish Sihab, ayat ini berkaitan dengan
deskripsi fisik manusia (orang munafik) yang tubuhnya tegar, gagah dan tampan,
serta memiliki lisan yang fasih seperti halnya sosok yang dimiliki oleh tokoh
munafikin yatu Abdullah Ibn Ubay. (Quraisy Sihab, 2004:246).
Dari dua ayat di atas kita melihat bahwa� �kata aljism dipatronkan dengan kata "bastoh"/
kuat,� dan "tu'jib"/kagum.
Dan dalam Alquran tidak ditemukan kata jism disandingkan
dengan sifat-sifat yang buruk. Dengan kata lain, ketika Allah mendeskripsikan
fsik manusia yang hebat Allah memilih kata "jism".� Dari konteks ini, kita bisa memahami bahwa kata istilah "jism"
lebih identik digunakan pada fisik/ biologis manusia yang baik, hebat dan kuat (sekalipun kehebatan dan
kekuatan itu masih tetap kena hukum kerusakan).
�Imam al-Ghazali menjelaskan kata al-jism
adalah yang tersusun dari unsur-unsur materi.(Al-Ghazali, 1964:16). Al-jism
(tubuh) adalah bagian yang paling tidak sempurna pada manusia. Ia terdiri atas
unsur-unsur materi, yang pada suatu saat komposisinya bisa rusak. Karena itu,
ia tidak mempunyai daya sama sekali. Ia hanya mempunyai mabda� thabi�i (prinsip
alami), yang memperlihatkan bahwa ia tunduk kepada kekuatan-kekuatan di luar
dirinya. Tegasnya, al-jism tanpa al-ruh dan al-nafs adalah
benda mati. (al-Ghazali, 1968:26).
3.
Al-badan
Kata badan di dalam Alquran disebut satu kali yaitu
berkaitan dengan kisah Firaun.
Dalam Alquran
فَالْيَوْمَ
نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ
لِتَكُونَ
لِمَنْ
خَلْفَكَ
آَيَةً
وَإِنَّ
كَثِيرًا
مِنَ
النَّاسِ
عَنْ
آَيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
(92)
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.
Yang dimaksud dengan badan dalam ayat ini menurut Ibnu 'Asyur� adalah�
jism yakni bagian rangka / tubuh kasarnya (tanpa ruh). (Ibn
'asyur, tt:219).
Jika menyimak ketiga melihat kata badan dan jism nampak
ada pengetian yang sama, menurut Abu Hilal memang kedua kata ini sangat sulit
dibedakan karena keduanya termasuk kata yang berdekatan (at-tadakhul wal muqorrobat),
akan teapi jika dilihat dari konteks penggunaannya kedua kata tersebut
menunjukan makna yang berbeda.
4.
al-insan
kata alinsan yang bisa diartika sebagai fisik
sebagaimana tercantum dalam Alquran surat At-Tin:
لَقَدْ
خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ (4)
sunguh kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna.
Istilah
taqwim diartikan menjadikan sesuatu memiliki "qowam"
yaitu bentuk fisik yang pas dengan fungsinya. (Quraisy Sihab, 2004:378).
Ar-Raghib Al-Ashfahani, -pakar bahasa Alquran- memandang bahwa kata taqwim
merupakan isyarat tentang keistimewaan manusia dibanding binatang yaitu dari
sisi akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi ungkapan "ahsani
Taqwim" memiliki arti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya,
yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. dengan
demikian, kata al-insan dalam ayat ini bisa difahami sebagai manusia dalam arti
biologis.
d). Hubungan Manusia Sebagai "Al-Basyar"
dengan Pendidikan
Ada
beberapa aspek hubungan manusia sebagai "al-Basyar" dengan dunia
pendidikan modern Khususnya pendidikan islam:
Pertama, bahwa ketika manusia diposisikan sebagai subjek dan objek pendidikan
,dan yang dimaksud manusia itu sendiri hakikatnya adalah perpaduan dua unsur
utama yaitu jasmani dan ruhani, maka jasmani pun harus menjadi bagian dari
objek pendidikan. Pendidikan manusia sejatinya menyentuh aspek jasmani tidak
hanya terkait dengan aspek psikologisnya saja akan tetapi juga jasmaninya.
Islam sangat memandang penting pendidikan islam,
sehingga salah satu dari ligkup kurikulum pendidikan islam adalah latihan fisik
(Al-riyadloh al-abdan) atau pendidikan jasmani (tarbiyyah al-jism).
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan jasmani dipandang penting oleh islam dan
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan (Ali Ahmad Madzkur, 2002:297-298):
1.
Menjadi suatu
keniscayaan bahwa kaum mumin itu harus kuat, sebagaimana hadits Rasul
"Mu'min yang kuat adalah lebih bagus dan dicintai oleh Allah daripada
mu'min yang lemah".[1]� Yang
dimaksud dengan kuat dalam konteks hadits ini adalah totalitas termasuk di
dalamnya adalah kekuatan fisik;
2.
Kebutuhan
akan fisik kaum mu'min yang kuat tersebut, dalam upaya mendukung peran dan
fungsinya yang diamanatkan oleh Allah. Tanpa fisik yang sehat dan kuat, kita
tidak mungkin menjalankan dan memerankan diri kita sesuai dengan kehendak sang
pencipta (Allah) secara maksimal.
Kedua karena unsur manusia sebagai makhluk biologis (al-basyar) terdiri
dari jasad, jism dan badan yang di dalam ketiga term tersebut tersimpan
makna lemah, dan kerusakan (terkandung dalam kata jasad); juga di sisi lain
tersimpan makna kekuatan dan kehebatan yang membuat orang lain menjadi kagum (al-jism
dan dl-badan), maka pendidikan jasmani dalam islam ini diarahkan
pada upaya membangun dan mengembangkan potensi kekuatan fisik manusia (al-quwwat)
dan keperkasaan (Al-bastoh) sehingga melalui ini manusia mampu
memerankan dirinya secara maksimal sesuai dengan kehendak Tuhan(Divine Will/
Masyiatulloh).
Ketiga, Ada makna lain yang menarik dari kata "al-basyar" yang
dapat direfleksikan dengan pendidikan yaitu pendapat yang dilontarkan Abu Hilal
Al-'askariy. Beliau menyajikan pengertian yang agak berbeda bahwa yang dimaksud
dengan "al-basyar" itu diambil dari kata "basyaroh"
yang artinya bagian kulit muka yang selalu berubah-ubah ketika ada yang
mempengaruhinya. Misalnya jika dihadapkan dengan kebahagiaan maka kulit muka
itu akan kelihatan bercahaya. Jika ada rasa sedih, maka kulit muka itu akan
kelihatan redup, demikian juga ketika ada rasa marah maka kulit muka itu akan
berubah menjadi merah. Benang merahnya adalah kulit muka itu menyimbolkan
responsi terhadap stimulus yang datang pada dirinya. Dari pengertian ini
memberikan implikasi pada metode pendidikan yang berbasis kepada basyaroh yaitu
melalui pemberian stimulus atau rangsangan. Jadi metode pendidikan dalam
konteks ini adalah metode yang mampu merangsang dan membangkitkan semangat anak
untuk belajar sesuatu bukan sifatnya doktriner dan paksaan.
C.
Penutup
Setelah
menelaah terhadap kajian semantic kata basyar serta relevansinya dengan
pendidikan islam, dapat ditarik beberapa pandangan:
1.
Pada dasarnya
manusia adalah makluk utuh yang dibagun oleh dua komponen besar yaitu komponen
biologis (unsur basyariyyah) dan non psikologis (unsur unsuniyyah).
2.
Deskripsi
manusia sebagai unsur biologis diungkapkan oleh Alquran degan lafadz-lafadz
al-basyar, al-insan, al-jism, al-jasad dan al-badan, yaitu manusia yang
berbentuk materi memiliki sifat biologis seperti butuh makan, minum dan tidur
serta memiliki hasrat untuk hubungan seksual.
3.
Kajian
tentang hakikat manusia sebagai makhluk fisikal (Al-Basyar) berdasarkan ayat-ayat Alquran, memberikan implikasi
besar terhadap dunia pendidikan islam setidaknya dalam hal pentingnya
pendidikan jasmanai, arah pendidikan jasmani dan metode pendidikan jasmani;
4.
Pendidikan dalam perspektif manusia sebagai
Al-Basyar menunut bahwa pendidikan harus mampu membentuk kesiapan fisik manusia
(alquwwat dan al-basthoh) supaya mereka siap menerima ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abudul
Haq,
Abu Muhammad. tt Almuharror al wajiz. Maktabah syamilah.
Al-Alusi, Sihabbudin Mahmud. tt. Ruh Al-ma'ani fi
tafsiri Alquran al-'adzhim al-sabi almatsani. Maktabah Syamilah.
Al-Askari,
Abu Hilal. tt. Al-furuq fi Al-Lughah.
At-Thobari, Abu Ja'far. tt. At-Thobari. Jamiul
Bayan Fi Ta'wilil Quran. Maktabah Syamilah.
Faridl. Miftah. 2002. Hidup Anda di Tangan Siapa?
Fu�ad Abdul Baqi, Muhammad. 1992. Al-Mu�jam al-Mufahras li alfadz
al-Qur�an al-Karim, T.kp. : Darul Fikri
Al-Ghazali.
1968. Ma�arij al-Quds, Kairo : Maktab al-Jundi.
Al-Ghazali,
1964. Mizan al-�Amal, Kairo : Dar al-Ma�arif
Madzkur, Ali Ahmad Madzkur. 2002. Manhaj
Al-Tarbiyyah� Fi Al-tashowur Al-Islamy.
Kairo: Dar Al-fikr al-'Aroby.
Sihab,
Quraish. 1996. Wawasan Alquran Bandung: Penerbit Mizan.
Sihab,
Quraish Sihab. 2004. Tafsir al-Misbah. Vol. 7, 8, 14, 15,� Jakarta: Lentera Hati.
__________ Tafsir Almisbah Vol.7
Ibn 'Asyur. tt.