PENDIDIKAN BERBASIS BASYARIYAH

(Tela'ah Semantik /dilalah terhadap term Al-Basyar dalam Alquran)

 

Eman Sulaeman

(Dosen Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon)

 

_______________________

Abstrak

�����������

Salah satu bentuk kegagalan penyelenggaraan pendidikan di era modern adalah melahirkan manusia yang terpisahkan dengan kemanusiaannya (unsuniyyah). Humanisasi pendidikan setiap hari semakin keras diteriakan diberbagai forum, namun dalam kenyataanya humanisasi malah mewariskan dehumanisasi. Humanisasi pendidiakan tidaklah cukup dengan merekayasa model dan strategi pembelajarannya saja,akan tetapi hal yang lebih penting adalah merekayasa kembali dasar filosofis/ konsefpendidikan itu sendiri terutama dari aspek manusia sebagai subjek pembelajar. Teaah hakikat manusia sebagai insan pembelajar, setidaknya bisa melalui pendekatan dilalah/ semantik terhadapkata al-basyar. Melalui telaah ini, akan ditemukan tentang hakikat manusia sebagai basyar, yang kemudian akan dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan pendidikan yang berbasis kepada manusia itu sendiri (humanistic Education) .

 

Key word:

Humanisasi, Semantik/ Dilalah, Basyar

_______________________

 


A.    Pendahuluan

Persoalan "manusia", merupakan suatu diskursus yang tidak pernah berhenti dari zaman klasik sampai zaman mekanik (dibaca: modern). Manusia merupakan makhluk yang sangat unik dan misterius. Berbagai kajian tentang manusia mulaidari hakikat sampai manfaat, mulai fisik sampai psikis, seakan tak pernah berujung. Tanpa terkecuali hubungan manusia dengan pendidikan.

Dewasa ini, perkembangan teknologi telah memberikan pengaruh besar terhadap modernisasi pendidikan. Modernisasi pendidikan sangat tampak kelihatan tidak hanya menyangkut persoalan metode dan media pendidikan, tapi juga menyangkut persoalan landasan pendidikan. Modernisasi pendidikan telah mampu menggeser bahkan menggusur cara pandang dunia pendidikan terhadap manusia sebagai subjek pendidikan. Konsekwensinya, modernisasi pendidikan telah mewariskan "dosa besar" yaitu dehumanisasi pendidikan, yaitu pendidikan yang semakin menjauhkan manusia dari fitrahnya secara holistic yaitu sebagai al-insan dan al-basyar. Peserta didik tidak lagi diberikan ruang gerak untuk mengembangkan fitrah-nya/ potensinya, melainkan diperlakukan sebagai makluk material yang mati (sebagaimana difahami oleh kaum positifisme). Belum lagi dari arah pendidikan, manusia hanya dicetak menjadi robot-robot modern yanghanya mampu berfungsi dan berperan sesuai dengan instruksi-instruksi yang telah diprogramkan oleh progremer.

Wacana humanisasi pendidikan, tidaklahlah cukup dengan merekayasa metode pembelajaran semata yang bersifat praksis,melainkan harus berawal dari landasan pendidikan itu sendiri yang bersifat filosofis. Salah satu upaya membangun pendidikan yang humanis adalah melalui kajian filosofis manusia sebagai makluk biologis "basyar" dan kedudukannya dengan konsef pendidikan.

Pertanyaan mendasar bagi kita adalah, bagaimanakah hakikat / filosofis manusia sebagai al-basyar dan kaitannnya dengan pendidikan?

 

B.     Pembahasan

a)      Manusia Sebagai Entitas Biologis dan Psikologis

Alquran cukup gamlang mendiskusikan persoalan manusia. Sehingga dalam Alquran dapat kita temukan ragam term yang merujuk kepada manusia, seperti "al-basyar�, "al-insan" " bani �dam�, �al-ins�, �an-nas�, �an-nafs�, �al-anfus�, dan �an-nuf�s�.Term-term tersebut memiliki dil�lah yang berbeda. Lahirnya perbedaan dilalah tersebut ketika dilihat dari konteks ayat yang menggunakan istilah-istilah tersebut. Perbedaan istilah sendiri merupakan suatu keistimewaan bagi Alquran, bukan menunjukan inkonsisntensiatau kontradiksi dialketika Alquran. Diskursus menarik dari term-term di atas, yang ada kaitanya dengan pendidikan adalah terkandung dalam kata "al-basyar".

Menurut Syaikh Hajj Muhammad Karim Khan Kirmanisebagaimana dikutif oleh Miftah Faridl (2000:x) fisik manusia merupakan wujud yang senantiasa menyerahkan dirinya sendiri, menghambakan eksistensinya kepada sesuatu yang menciptakannya. Struktur fisik manusia, dalam perjalanan hidup selanjutnya sangat bergantung pada pekerjaan serta kesadaran spiritual yang dimiliki khususnya mengenai dunia tuhan. Ketika rasa keimanan dan corak perilakunya muncul secara alamiah, ia akan senantiasa sejalan dengan tuntuan misi reliji tersebut. sehingga ketika sampai pada tahap akhir dari masa hidupnya, manusia berada pada suatu kesadaran primordialisme spiritual sebagai sumber kekuatan asasi dari wujud fisikal yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam pandangan islam, manusia dipandang utuh antara dua komponen dasar yang membentuk eksistensinya, yaitu komponen jiwa dan komponen raga/ fisik.

Hal yang harus disadari oleh kita bahwa kehadiran manusia sebagai makhluk fisikal, sesungguhnya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kehendak tuhan (Divine Will/ Masyiatulloh). Kehendak tuhan ini menjadi sumber segala bentuk penciptaan. Tidak ada satu wujud pun di dunia ini yang terjadi di luar kehendak-Nya. Atas dasar kehendak ini pula segala sesuatu yang wujud senantiasa memiliki hubungan logis, seperti cahaya dengan wujud mataharinya, cahaya bulan dengan wujud bulannnya, cahaya lampu dengan wujud lampunya. Demikian juga manusia, peranan diriya memiliki hubungan logis dengan wujud manusianya. Singkat kata fisik manusia merupakan sesuatu yang berbeda tapi memiliki hubungan yang sejajar dan saling membutuhkan (horizontal transcendental). (Al-Ghazali, 1968:18).

Oleh karena itu, wujud fisik/ bilogis manusia seperti ini sangat berhubungan dengan devinine Will atau kehendak Allah. oleh karena itu manusia diciptakan seperti ini adalah atas dasardan bersesuaian dengan kehendak Tuhan, bukan atas dasar ketidak sengajaan sehingga tiba-tiba bisa berwujud seperti ini.

Alquran menyebutkan manusia diciptakan dalam wujud yang paling sempurna, maka kesempurnaan ini sesungguhnya adalah bagian dari kesengajaan Allah (bukan kejadian yang tidak disengaja). Karena wujud ganda manusia (makhluk biologis dan non biologis) maka secara otomatis kesempurnaan ciptaan-Nya juga meliputi dua kompnen tersebut.

 

 

b). Manusia Sebagai Basyar dalam Alquran

Kajian filosofis manusia kaitannya dengan dunia pendidikan (terutama pendidikan islam), tidak bisa dipisahkan dari hakikat manusia itu sendiri dalam pandangan Alquran. Sebab pendidikan islam pada dasarnya bersumber dari landasan normative yaitu alquran.

Manusia sebagai makluk biologis diartikan sebagai makluk yang berbentuk fisik dan bisa dindra, serta memiliki naluri kesamaan manusia yaitu butuh makan, minum serta hubungan sexual. Setiap manusia dalam hal ini memiliki kesamaan yaitu sebagai entitas materi/ ragawi yang terdiri dari mata, hidung, kepala, tangan perut dan kaki.

Subtansi manusia sebagai makluk biologis adalah terletak pada adanya wujud fisik yang bisa di lihat, adanya naluri untuk makan dan minum serta kebutuhan untuk hasrat seksual. Atas dasar ini pula, penulis melihat dalam Alquran pun banyak kata-kata manusia yang disandingkan dengan subtansi manusia tersebut. Hemat penulis, redaksi-redaksi ayat tersebut ingin memudahkan pemahaman kita terhadap manusia sebagai makluk fisikal.

Ada empat terma di dalam Alquran yang mendeskripsikan manusia sebagai makhluk biologis, yaitu kata Albasyar, al-jasad, Al-jism, Al-badan, al-insan

1. Al-Basyar

Kata Basyar di dalam al-Qur�an disebut sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat, dengan berbagai bentuk derivasinya ada yang berbentuk kata benda mufrod ada juga mutsanna. (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1992: 153-154). Sedangkan bentuk jamak tidak ditemukan di dalam alquran, sekalipun kata al-basyar bisa menunjukan makna mufrod juga makna jamak. Berbeda dengan kata "an-nas" yang memiliki arti jamak.

Kata basyar dibangun oleh tiga huruf utama yaitu huruf ba-sya dan ra. Dan menurut Abi Al-Husain Ibn Faris ibn Zakaria dalam �Mu�jam AL-Muqyis fi AL-Lughoh memaparkan, semua kata yang dibangun oleh ba, syin, dan ra, seperti basyar, basyiron, , busyo mengandung makna seputar sesuatu yang tampak jelas (al-dhohru), baik, indah dan cantik.

Secara bahasa makna Basyar menurut Abu Hilal Al-'Askari, memiliki dua arti, 1) kondisi yang baik (diambil dari kata "al-basyaaroh" yang berarti kondisi yang baik/ bagus). Manusia disebut al-basyar karena manusia merupakan makhluk tuhan (hayawan) yang paling bagus kondisinya; 2) Makhluk fisikal/biologis, yang nampak dan bisa diindra (diambil dari kata "jild al-basyar" yaitu kulit muka bagian luar). (Abu Hilal al-Askari, tt:101). Dalam pandangan beliau, al-basyar adalah fisik yang bagus/ sempurna. Sejalan dengan itu, Al-Raghib Al-Asfahani dalam kitabnya �Mu�jam Al-Mufrodat fi Al-Quran�, menyatakan bahwa penggunaan kata "al-Basyar"untuk menjelaskan manusia secara biologis karena kulit manusia tampak dengan jelas. Hal yang sama juga dikemukakan Qurais Shihab dalam bukunya�Wawasan Alquran, manusuia disebut dengan�al-basyar� karna kulitnya tampak dengan jelas sehingga, berbeda dengan kulit binatang yang di tutupi bulu-bulu (Quraish Shihab, 1996:278).

Dari beberapa pandangan di atas, penulis melihat bahwa Alquran menggunakan kata�al-basyar� untuk menjelaskan subtansi manusia sebagai makluk fisikal/ biologis yang dimiliki oleh sifat keumuman manusia. Sifat-sifat keumuman manusia sebagai makluk fisikal/biologis (al-basyar) tersebut seperti butuh makan, butuh minum, butuh tidur, butuh hubungan sex, mengalami kesakitan, kebahagiaan dan sebagainya. Memahami sifat-sifat biologis manusia seperti ini sangat penting dalam upaya memahami konteks ayat-ayat alquran yang menggunakan kata al-basyar yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan manusia. Sebab di dalam Alquran, banyak sekali Allah menggunakan kata ini dan selalu dipatronkan dengan sifat-sifat manusia sebagi makhluk materi/ biologis baik secara tersurat maupun tersirat.

Di kalangan para pemikir dan mufassirin, posisi manusia sebagai makluk biologis memang jarang disinggung dan dikaji secara mendalam, lain halnya dengan posisi manusia sebagi makluk psikologis dan sosiologis. Asumsi penulis bahwa manusia jarang dibahas dari aspek itu karena memang subtansi dari manusia terletak bukan pada fisik tetapi pada psikis. Hal ini sebagaimana juga ungkapkan oleh imam Alghozali bahwa hakikat manusia itu terletak pada jiwa bukan raga (jism) (Al-Ghazali, 1968: 26). Namun demikian, kajian tentang hakikat manusia sebagai makluk biologis sangat dibutuhkan, terlebih dalam konteks pendidikan yang melibatkan manusia sebagai objek dan subjeknya. Sebab, memahami posisi manusia sebagai makluk fisikal/ biologis dan ruhaniah sangat membantu untuk mendudukan manusaia dalam pendidikan. Jiwa dan raga adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan seperti penunggang kuda dengan kudanya (Al-Ghazali, 1964:338).

Memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan manusia sebagai makluk biologis bisa dilakukan melalui pendekatan patron kata "al-basyar" dengan subtansi manusia sebagai makluk biologis sebagaimana yang telah tercantum dalam alquran.

Adapun ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan manusia sebagai unsur biologis (albasyar) sebagaimana tercantum dalam ayat-ayat berikut:

1)      Kata "al-Basyar" dipatronkan dengan aktifitas fisik seperti al-massu (menyentuh),seperti dalam ayat-ayat berikut:

- Q.S. Ali Imron: 47

قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (47)

Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.

Di dalam ayat ini kata basyar disandingkan dengan kata al-massu (lam yamsasniy). Sedangkan yang dimaksud al-masis (menyentuh) dalam ayat ini artinya bergumul dan berhubungan sex. (Abu Muhammad Abdul Haq, tt: 65). Berdasarkan pendekatan ini, makna albasyar dalam hal ini adalah makluk material/ fisik. Sebab hubungan sex / zina (sebagai mana dalam Q.S. Maryam: 20) hanya bisa dilakukan oleh manusia dalam arti fisiknya. Demikian juga kata basyar yang digunakan dalam ayat ini. (Q.S. Maryam: 20)

قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا (20)

Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!"

2)      Kata Al-basyar dipatronkan dengan kata-kata yang bermakna material seperti air, tanah liat. Seperti dalam ayat-ayat berikut:

- Q.S. Al-hijr: 28

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (28)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.

- Q.S. Al-hijr: 33

قَالَ لَمْ أَكُنْ لِأَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (33)

Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".

 

 

 

- Q.S. Shod: 71

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ (71)

(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".

Berkaitan dengan ayat-ayat yang menjelaskan asal penciptaan manusia sebagai basyar (seperti tiga ayat di atas), Qurais Sihab memberikan penafsiran yang sama bahwa pada dasarnya al-basyar yang disandingkan dengan material menekankan pada makna kesamaan dalam sosok fisik yaitu memiliki dua hidung, dua telinga, kepala dan kaki. Juga memilikiyang sama yaitu haus dan lapar, dorongan seksual, cemas dan berharap dan sebagainya. Itu sebabnya nabi Muhammad diperintah untuk menyatakan bahwa

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ ...

"Sesungguhnya aku ini tiada lain kecuali "basyar" seperti kamu�" yaitu sama-sama makluk fisik. Kesamaan ini terbangun karena memang factor internal asal-usul penciptaan manusia adalah dari material yang sama yaitu tanah dan air. (Quraish Sihab, 2004:122).

 

3)      Ada juga kata basyar yang dipatronkan dengan kata mistlukum , seperti dalam ayat-ayat berikut:.

- Q.S. Hud: 27

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَى لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ (27)

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta".

Dalam ayat ini ada kata "basyarun mitslukum" yang diawali oleh kata "naroka". Kata naroka secara bahasa berasal dari kata roa-yaro yang berarti melihat secara kasat mata (beda dengan nadzoro atau bashoro). Penggunaan kata ini menunjukan bahwa maksud basyar dalam ayat ini adalah manusia dalam arti fisik yang bisa dilihat oleh kasat mata siapapun yang hadir pada saat itu.

 

- Q.S. Ibrahim: 10

قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَدْعُوكُمْ لِيَغْفِرَ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرَكُمْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قَالُوا إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا تُرِيدُونَ أَنْ تَصُدُّونَا عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ آَبَاؤُنَا فَأْتُونَا بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (10)

Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan) mu sampai masa yang ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata.

 

Sebagaimana telah di singgung sebelumnya bahawa yang dimaksud dengan ungkapan "Basayarun Mitslukum" menurut Quraish Sihab yaitu kesamaan fisik orang yang hadir dalam konteks dialog tersebut (Quraisy Sihab, 2004: 32). Artinya jika ayat di atas menceritakan dialogis antara para rasul dan orang-orang kafir, maka ungkapan para rasul atau sebaliknya bahawa kami ini adalah manusia biasa menunjukan arti kesamaan dalam hal fisik.

4)      Ada lagi kata al-basyar yang disandingkan denganmanusia yaitu makan dan minum seperti dalam surat Al-Mu'minun: 33

وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الْآَخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ (33)

Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum.

Berkaitan dengan ayat ini imam Athobari dalam tafsirnya Jamiul baya Fi ta'wilil Quran, yang dimaksud dengan ungkapan tokoh kaum kafir "basyarun mitslukum" manusia seperti kamu, adalah manusia biasa yang sama-sama makan dan minum seperti kami bukan malaikat (yang tidak berbentuk materi). (Abu Ja'far At-Thobari, tt: 34).

Dari beberapa contoh konteks bahasa (siyaq al-lghowi) di atas, serta berbagai penafsiran para mufasir terhadap penggunaan kata tersebut, penulis berkesimpulan bahwa secara umum kata al-Basyar yang diterjemahkan manusia, lebih menukik pada persoalan manusia sebagai unsur biologis/ fisikal/ material. Karena bisa jadi kata tersebut juga digunakan untuk menunjukan makna manusia dalam arti psikologis dan sosiologis.

 

 

c). Unsur-Unsur Manusia sebagai Makhluk Biologis dalam Alquran

Sebagai makhuk biologis, manusia memiliki unsur-unsur sebagaimana diisyaratkan oleh Alquran. diantara unsur-unsur manusia sebagai makluk biologis yaitu:

1.      al-jasad (Tubuh/ Fisik),

Kata jasad di dalam Alquran disebut sebanyak 4 kali, dalam penggunaannya ada yang patronkan denganmakluk yang tak berakal (binatang) dan ada juga yang dikaitkan dengan makluk berakal (manusia). Adapun ayat-ayat Alquran yang mengandung kalimat jasad adalah sebagai berikut:

1)      Q.s. Al-a'rof; 148

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ......

 

Dan kaum Musa, setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara....

 

2)      Q.S. Toha; 88

فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلًا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ .....

 

Kemudian (Samiri) mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara,.....

 

Yang dimaksud dengan kata jasadan, dalam kedua ayat di atas yaitu sesuatu yang berbentuk fisik, berupa tubuh yang memiliki daging dan darah (al-jutsah). (Sihabbudin Mahmud Al-alusi, tt:318).

 

3)      Al-Anbiya: 8

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ (8)

 

Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.

Istilah jasadan menurut Quraish Sihab adalah jasmani tanpa ruh. (Quraisy Sihab, 2004:421).

 

4)      Q.S. Shod; 34

وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ (34)

Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat.

 

Dalam dua ayat di atas, kata jasad disandingkan dengan kata- kata yang menunjukan makna lemah seperti "wama kanu kholidin" dan "alqoina 'ala kursiyihi. Dari konteks ini bisa difahami bahwa kata jasad digunakan untuk menggambarkan fisik manusia/unsur biologis lemah, mungkin sakit bahkan mengalami kerusakan dan kehancuran.

Pemahaman ini sebagaimana juga dipertegas oleh Allah dalam Quran surat Arrum; 30

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا

Dengan demikian istilah "jasad" yang merupakan bagian dari unsure manusia sebagai makhluk biologis, bisa diartikan sebagai fisk manusia yang memiliki sifat kefanaan dan kerusakan.

 

2.      Al-jism,

Dalama Alquran, kata Jism disebut sebanyak 2 kali dalam bentuk tunggal dan jamak. Secara bahasa kata jism memiliki arti yang sama dengan jasad.Kata ini, digunakan oleh Allah di dalam Alquran sebagaimana tercantum dalam ayat berikut:

 

1)      Q.s Al-Baqoroh: 247

....قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (247)

 

.... (Nabi mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.

 

2)      Al-Munafiqun: 4

وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ ........

Dan apabila kamu melihat mereka (orang-orang munafik), tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. ���.

Menurut Quraish Sihab, ayat ini berkaitan dengan deskripsi fisik manusia (orang munafik) yang tubuhnya tegar, gagah dan tampan, serta memiliki lisan yang fasih seperti halnya sosok yang dimiliki oleh tokoh munafikin yatu Abdullah Ibn Ubay. (Quraisy Sihab, 2004:246).

 

Dari dua ayat di atas kita melihat bahwakata aljism dipatronkan dengan kata "bastoh"/ kuat,dan "tu'jib"/kagum. Dan dalam Alquran tidak ditemukan kata jism disandingkan dengan sifat-sifat yang buruk. Dengan kata lain, ketika Allah mendeskripsikan fsik manusia yang hebat Allah memilih kata "jism".Dari konteks ini, kita bisa memahami bahwa kata istilah "jism" lebih identik digunakan pada fisik/ biologis manusia yang baik, hebat dan kuat (sekalipun kehebatan dan kekuatan itu masih tetap kena hukum kerusakan).

Imam al-Ghazali menjelaskan kata al-jism adalah yang tersusun dari unsur-unsur materi.(Al-Ghazali, 1964:16). Al-jism (tubuh) adalah bagian yang paling tidak sempurna pada manusia. Ia terdiri atas unsur-unsur materi, yang pada suatu saat komposisinya bisa rusak. Karena itu, ia tidak mempunyai daya sama sekali. Ia hanya mempunyai mabda� thabi�i (prinsip alami), yang memperlihatkan bahwa ia tunduk kepada kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Tegasnya, al-jism tanpa al-ruh dan al-nafs adalah benda mati. (al-Ghazali, 1968:26).

 

 

3.      Al-badan

Kata badan di dalam Alquran disebut satu kali yaitu berkaitan dengan kisah Firaun.

Dalam Alquran surat Yunus ayat 92 Allah berfirman:

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آَيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آَيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)

Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.

Yang dimaksud dengan badan dalam ayat ini menurut Ibnu 'Asyuradalahjism yakni bagian rangka / tubuh kasarnya (tanpa ruh). (Ibn 'asyur, tt:219).

Jika menyimak ketiga melihat kata badan dan jism nampak ada pengetian yang sama, menurut Abu Hilal memang kedua kata ini sangat sulit dibedakan karena keduanya termasuk kata yang berdekatan (at-tadakhul wal muqorrobat), akan teapi jika dilihat dari konteks penggunaannya kedua kata tersebut menunjukan makna yang berbeda.

 

4.      al-insan

kata alinsan yang bisa diartika sebagai fisik sebagaimana tercantum dalam Alquran surat At-Tin:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)

sunguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna.

Istilah taqwim diartikan menjadikan sesuatu memiliki "qowam" yaitu bentuk fisik yang pas dengan fungsinya. (Quraisy Sihab, 2004:378). Ar-Raghib Al-Ashfahani, -pakar bahasa Alquran- memandang bahwa kata taqwim merupakan isyarat tentang keistimewaan manusia dibanding binatang yaitu dari sisi akal, pemahaman dan bentuk fisiknya yang tegak lurus. Jadi ungkapan "ahsani Taqwim" memiliki arti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya, yang menyebabkan manusia dapat melaksanakan fungsinya sebaik mungkin. dengan demikian, kata al-insan dalam ayat ini bisa difahami sebagai manusia dalam arti biologis.

 

 

d). Hubungan Manusia Sebagai "Al-Basyar" dengan Pendidikan

Ada beberapa aspek hubungan manusia sebagai "al-Basyar" dengan dunia pendidikan modern Khususnya pendidikan islam:

Pertama, bahwa ketika manusia diposisikan sebagai subjek dan objek pendidikan ,dan yang dimaksud manusia itu sendiri hakikatnya adalah perpaduan dua unsur utama yaitu jasmani dan ruhani, maka jasmani pun harus menjadi bagian dari objek pendidikan. Pendidikan manusia sejatinya menyentuh aspek jasmani tidak hanya terkait dengan aspek psikologisnya saja akan tetapi juga jasmaninya.

Islam sangat memandang penting pendidikan islam, sehingga salah satu dari ligkup kurikulum pendidikan islam adalah latihan fisik (Al-riyadloh al-abdan) atau pendidikan jasmani (tarbiyyah al-jism). Ada beberapa alasan mengapa pendidikan jasmani dipandang penting oleh islam dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan (Ali Ahmad Madzkur, 2002:297-298):

1.      Menjadi suatu keniscayaan bahwa kaum mumin itu harus kuat, sebagaimana hadits Rasul "Mu'min yang kuat adalah lebih bagus dan dicintai oleh Allah daripada mu'min yang lemah".[1]Yang dimaksud dengan kuat dalam konteks hadits ini adalah totalitas termasuk di dalamnya adalah kekuatan fisik;

2.      Kebutuhan akan fisik kaum mu'min yang kuat tersebut, dalam upaya mendukung peran dan fungsinya yang diamanatkan oleh Allah. Tanpa fisik yang sehat dan kuat, kita tidak mungkin menjalankan dan memerankan diri kita sesuai dengan kehendak sang pencipta (Allah) secara maksimal.

Kedua karena unsur manusia sebagai makhluk biologis (al-basyar) terdiri dari jasad, jism dan badan yang di dalam ketiga term tersebut tersimpan makna lemah, dan kerusakan (terkandung dalam kata jasad); juga di sisi lain tersimpan makna kekuatan dan kehebatan yang membuat orang lain menjadi kagum (al-jism dan dl-badan), maka pendidikan jasmani dalam islam ini diarahkan pada upaya membangun dan mengembangkan potensi kekuatan fisik manusia (al-quwwat) dan keperkasaan (Al-bastoh) sehingga melalui ini manusia mampu memerankan dirinya secara maksimal sesuai dengan kehendak Tuhan(Divine Will/ Masyiatulloh).

Ketiga, Ada makna lain yang menarik dari kata "al-basyar" yang dapat direfleksikan dengan pendidikan yaitu pendapat yang dilontarkan Abu Hilal Al-'askariy. Beliau menyajikan pengertian yang agak berbeda bahwa yang dimaksud dengan "al-basyar" itu diambil dari kata "basyaroh" yang artinya bagian kulit muka yang selalu berubah-ubah ketika ada yang mempengaruhinya. Misalnya jika dihadapkan dengan kebahagiaan maka kulit muka itu akan kelihatan bercahaya. Jika ada rasa sedih, maka kulit muka itu akan kelihatan redup, demikian juga ketika ada rasa marah maka kulit muka itu akan berubah menjadi merah. Benang merahnya adalah kulit muka itu menyimbolkan responsi terhadap stimulus yang datang pada dirinya. Dari pengertian ini memberikan implikasi pada metode pendidikan yang berbasis kepada basyaroh yaitu melalui pemberian stimulus atau rangsangan. Jadi metode pendidikan dalam konteks ini adalah metode yang mampu merangsang dan membangkitkan semangat anak untuk belajar sesuatu bukan sifatnya doktriner dan paksaan.

 

C.    Penutup

Setelah menelaah terhadap kajian semantic kata basyar serta relevansinya dengan pendidikan islam, dapat ditarik beberapa pandangan:

1.      Pada dasarnya manusia adalah makluk utuh yang dibagun oleh dua komponen besar yaitu komponen biologis (unsur basyariyyah) dan non psikologis (unsur unsuniyyah).

2.      Deskripsi manusia sebagai unsur biologis diungkapkan oleh Alquran degan lafadz-lafadz al-basyar, al-insan, al-jism, al-jasad dan al-badan, yaitu manusia yang berbentuk materi memiliki sifat biologis seperti butuh makan, minum dan tidur serta memiliki hasrat untuk hubungan seksual.

3.      Kajian tentang hakikat manusia sebagai makhluk fisikal (Al-Basyar) berdasarkan ayat-ayat Alquran, memberikan implikasi besar terhadap dunia pendidikan islam setidaknya dalam hal pentingnya pendidikan jasmanai, arah pendidikan jasmani dan metode pendidikan jasmani;

4.      Pendidikan dalam perspektif manusia sebagai Al-Basyar menunut bahwa pendidikan harus mampu membentuk kesiapan fisik manusia (alquwwat dan al-basthoh) supaya mereka siap menerima ilmu pengetahuan.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abudul Haq, Abu Muhammad. tt Almuharror al wajiz. Maktabah syamilah.

Al-Alusi, Sihabbudin Mahmud. tt. Ruh Al-ma'ani fi tafsiri Alquran al-'adzhim al-sabi almatsani. Maktabah Syamilah.

Al-Askari, Abu Hilal. tt. Al-furuq fi Al-Lughah.

At-Thobari, Abu Ja'far. tt. At-Thobari. Jamiul Bayan Fi Ta'wilil Quran. Maktabah Syamilah.

Faridl. Miftah. 2002. Hidup Anda di Tangan Siapa? Bandung: PT Syamil Cipta Media.

Fu�ad Abdul Baqi, Muhammad. 1992. Al-Mu�jam al-Mufahras li alfadz al-Qur�an al-Karim, T.kp. : Darul Fikri

Al-Ghazali. 1968. Ma�arij al-Quds, Kairo : Maktab al-Jundi.

Al-Ghazali, 1964. Mizan al-�Amal, Kairo : Dar al-Ma�arif

Madzkur, Ali Ahmad Madzkur. 2002. Manhaj Al-TarbiyyahFi Al-tashowur Al-Islamy. Kairo: Dar Al-fikr al-'Aroby.

Sihab, Quraish. 1996. Wawasan Alquran Bandung: Penerbit Mizan.

Sihab, Quraish Sihab. 2004. Tafsir al-Misbah. Vol. 7, 8, 14, 15,Jakarta: Lentera Hati.

__________ Tafsir Almisbah Vol.7 Jakarta: Lentera Hati. 2004.)

Ibn 'Asyur. tt. At-Tahriru Wa Tanwir. Maktabah Syamilah.

 

 



[1] HR. Muslim. No. 4816.