MANAJEMEN RISIKO PEMBIAYAAN

PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH

 

Usnan

(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta)

 

Abstrak

Hadirnya lembaga keuangan di sektor mikro baik lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan disebabkan oleh besarnya potensi dan peran sektor usaha mikro bagi perekonomian bangsa. Salah satu lembaga keuangan mikro yang hingga saat ini cukup memberikan kontribusi bagi perkembangan sektor usaha mikro adalah BMT. Penelitian ini dilakukan untukmenjelaskan bagaimana bentuk manajemen risiko sebagai bagian tak terpisahkan dari kegiatan usaha utama BMT yaitu penyaluran danakepada nasabah (anggota), mengingatBMT memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT yang diteliti, yaitu BMT Bina Ihsanul Fikirimelakukan manajemen risiko pada kegiatan pembiayaan khususnya pasca proses pencairan dana pembiayaan dengan melakukan pembinaan hubungan baik dengan nasabah, melakukan review pembiayaan dan melakukan pembinaan secara rutin terhadap nasabah.

 

Keyword:

Risk management, Financing.

_____________________________

 


A.    Pendahuluan

Krisisi ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 telah memporak-porandakan perekonomian Indonesia, khususnya dunia usaha. Seluruh sektor baik manufaktur, jasa, maupun perdagangan, juga usaha sektor makro hingga mikro terimbas oleh gejolak krisis yang terjadi. Namun demkian, sektor mikro masih dapat bertahan meski ditempa goncangan yang begitu besar. Hal itu disebabkan oleh karakteristik dari usaha mikro yang memiliki ketahanan terhadap guncangan krisis. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh usaha mikro diantaranya yaitu mampu menyerap tenaga kerja lebih besar (dapat mengatasi masalah pengangguran), mampu berkelit dalam menghadapi krisis moneter, dan lebih efisien dan mempunyai kemampuan untuk dapat segera melakukan adaptasi dengan perubahan (Rosyidin, 2004;3).

Mengingat betapa penting dan vitalnya peran dari sektor usaha mikro sebagai fondasi sekaligus identitas perekonomian nasional, berbagai pihak baik pemerintah sebagai pemangku kepentingan maupun pihak swasta melakukan berbagai upaya untuk mendorong dan mendukung kemajuan sektor usaha mikro. Salah satu kepedulian pihak swasta terhadap kondisi dan nasib usaha mikro adalah hadirnya lembaga keuangan mikro syariah atau lebih popular dengan istilah Baitul Maal wa Tamwil (BMT).

BMT diartikan sebagai lembaga usaha ekonomi rakyat kecil, yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi (Rosyidin, 2004;10).Salah satu peran penting BMT yaitu melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, baik dengan jalan melakukan pendampingan, pembinaan, penyuluhan maupun pengawasan terhadap usaha nasabah dan masyarakat umum (Rosyidin, 2004; 97). Beberapa komitmen penting dari BMT yang berkaitan dengan tema penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.    Memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil

2.    Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk menciptakan BMT yang mampu membantu kesulitan ekonomi masyarakat.

BMT yang lahir sejak tahun 1990 an seiring dengan lahirnya perbankan syariah di Indonesia, kini jumlahnya telah mencapai angka yang cukup fantastis, yaitu lebih dari 5000 (lima ribu) BMT. BMT yang sebagian besar tersebar di wilayah perdesaan dan letak kantor yang juga sebagian besar berada ditengah pusat ekonomi kerakyatan, seperti pasar trasisional dan pemukiman penduduk merupakan simbol bahwa BMT hadir untuk lebih dekat dengan rakyat.

Fakta menunjukkan bahwa kehadiran BMT telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan usaha mikro. Eksistenesi BMT telah mampu menjangkau pihak-pihak yang selama ini dapat dikatakan tidak mempunyai akses kepada pembiayaan oleh perbankan. (Rizki, 2004; 7) .

Kontribusi tersebut relevan dengan maksud dari hadirnya BMT, yaitu untuk berbagai usaha produktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil agar terdorong dalam kegiatan menabung dan dapat tertunjang pembiayaan ekonominya(Rosyidin, 2004; 10), juga sejalan dengan tujuan BMT yaitu dalam rangka meningkatkan kualitas usaha ekonomi para anggota menuju kesejahteraan(Sudarsono, 2007; 10).

Secara bisnis, BMT sebagai lembaga keuangan juga tidak hanya melakukan kegiatan pembiayaan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sektor usaha mikro, tetapi juga kepentingan internal BMT sebagai lembaga intermediary juga terus diupayakan dalam penyaluran pembiayaan melalui manajemen risiko pembiayaan.

Konsep manajemen risiko pembiayaan pada BMT selalu terkait dengan beberapa permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh pelaku usaha mikro antara lain masalah pada aspek pemasaran, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek keuangan (Ridwan, 2008: 25) . Pada aspek pemasaran, pengusaha mikro umumnya tidak memiliki perencanaan dan strategi pemasaran yang baik (usahanya hanya dimulai dari coba-coba), atau bahkan tidak sedikit karena terpaksa. Selain itu, jangkauan pemasarannya juga sangat terrbatas, sehingga informasi produknya tidak sampai kepada calon pembeli potensial.

Pada aspek manajemen pengusaha mikro biasanya tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem manajemen pengelolaan usaha, sehingga sulit dibedakan antara aset keluarga dan usaha, bahkan karena banyak diantara mereka yang memanfaatkan ruang keluarga untuk berproduksi, perencanaan usaha tidak dilakukan, sehingga tidak jelas arah dan target usaha yang akan dijalankan dalam periode waktu tertentu.

Pada aspek teknis yang masih sering menjadi problem meliputi cara berproduksi, sistem penjualan sampai pada tidak adanya badan hukum serta perizinan usaha lain.Adapun pada aspek keuangan, kendala yang sering mengemuka dalam seetiap perbincanan usaha kecil adalah lemahnya bidang keuangan. Pengusaha mikro hampir tidak memiliki akses yang luas kepda sumber permodalan.

Berdasarkan karakterisktik pembiayaan dan karakteristik nasabah dengan beberapa keunggulan dan kelemahan (permasalahan) yang dihadapi oleh sektor usaha mikro sebagai objek garapan dan pangsa pasar lembaga keuangan mikro syari�ah, BMT yang secara legal formal berbeda dengan lembaga keuangan sektor perbankan, tentunya memiliki beberapa perbedaan dalam banyak hal termasuk manajemen risiko pembiayaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis tertarik melakukan penelitian untukmenggali bagaimana pola manajemen risiko pembiayaan yang dilakukan oleh BMT khususnya di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta tahun 2012.

 

B.     Tinjauan Pustaka

Risiko merupakan istilah yang popular bagi setiap orang, karena cakupan istilah ini berlaku dalam berbagai bidang dan aktivitas kehidupan manusia. Mengingat begitu luasnya cakupan yang didalamnya terdapat istilah risiko, maka definisi risiko pun sangat beragam. Darmawi (2010: 2) menjelaskan beberapa definisi tentang risiko antara lain:

1.    Risiko adalah kemungkinan kerugian (risk is the possibility of loss)

2.    Risiko adalah ketidakpastian (risk is uncertainty)

3.    Risiko adalah penyebaran hasil actual dari hasil yang diharapkan (risk is the dispersion of actual from expected result)

4.    Risiko adalah probabilitas suatu outcome yang berbeda dengan outcome yang diharapkan (risk is the probability of any outcome different from the one expected).

Manajemen risiko adalah program yang bertugas untuk mengidentifikasi risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko dan kemudian mencari jalan untuk menghadapi atau menangani rirsiko tersebut (Darmawi, 2010: 2).Manajemen risiko juga diartikan sebagai sistem pengelolaan risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan (Hanafi, 2009:18).

Pada dasarnya, manajemen risiko dilakukan melalui tiga proses, yaitu identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan pengelolaan risiko (Hanafi, 2009:9).

1.   Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang akan dihadapi oleh suatu organisasi. Beberapa teknik dapat digunakan dalam melakukan identifikasi risiko.

2.   Evaluasi dan Pengukuran Risiko

Setelah melakukan proses identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan pengukuran risiko. Langkah ini dilakukan untuk memahami karakteristik risiko dengan lebih baik.

3.   Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risikodapat dilakukan dengan berbagai cara seperti penghindaran, ditahan, diversifikasi, ditransfer kepada pihak lain, pengendalian dan pendanaan risiko.

Secara umum, risiko dapat diklasifikasikan kedalam 2 tipe, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Kaitannya dengan BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah, risiko yang lebih fokus akan dikaji adalah berkaitan dengan risiko spekulatif, karena turunan dari risiko spekulatif adalah risiko kredit/risiko pembiayaan.

Berikut adalah deskripsi singkat mengenai risiko yang dihadapi oleh lembaga keuangan (termasuk BMT) dalam kegiatan penyaluran pembiayaan/kredit (Suhardjono, 2004: 74):

 

Risiko Bank (LK)

Risiko Kredit

(Pembiayaan)

 

Risiko yang disebabkan karena kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya

Risiko Pasar

Risiko yang disebabkan oleh fluktuasi suku bunga dan nilai tukar

Risiko Operasional

Risiko yang disebabkan oleh kegagalan proses operasional internal Bank (LK)

Pembiayaan merupakan penyaluran dana kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BMT dengan pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan ditambah nisbah (perhitungan) bagi hasil yang disepakati (Rosyidin, 2004;18).

BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang segmennya adalah usaha mikro, tentunya memiliki pola dan model yang berbeda berkaitan dengan manajemen risiko khususnya risiko pembiayaan. Segmen BMT yang mayoritas adalah para pedagang pasar dan usaha-usaha komounitas mikro lainnya, menyebabkan pendekatan kultural dalam rangka manajemen risiko pembiayaan, nampaknya lebih dominan dan relevan digunakan.

Dalam sebuah paket kebijakan tentang tugas berbagai divisi dalam sebuah lembaga keuangan, salah satu divisi/bagian yang berkaitan langsung dengan kegiatan pembiayaan adalah account officer (AO), atau jika padalembaga keuangan mikro syariah adalah marketing. Beberapa tugas dari AO yang berkaitan langsung dengan kegiatan pembiayaan antara lain (Suhardjono, 2004):

1.      Membina hubungan baik dengan nasabah pinjaman (pembiayaan) agar pembayaran angsuran pinjaman (pembiayaan) lancar,

2.      Melakukan review pinjaman (pembiayaan) dan pembinaan kepada nasabah kredit (pembiayaan) secara periodik, dan

3.      Melakukan pembinaan secara rutin terhadap seluruh nasabah.

Selain bagian AO, lembaga keuangan juga idealnya memilikidivisi khusus yang menangani tugas untuk melakukan monitoring kredit (pembiayaan). Tugas dari divisi monitoring kredit adalah memonitor perkembangan usaha nasabah dan memonitor ketepatan pembayaran angsuran. Laporan mengenai perkembangan usaha nasabah diperoleh dari informasi yang didapat dari hasil kunjungan rutin AO, juga dapat diperoleh dari laporan rutin nasabah kredit/pembiayaan. Adapun informasi mengenai ketepatan pembayaran angsuran diperoleh dari pembukuan Bank (Suhardjono: 2004).

Beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain Strategi Manajemen Risiko pada UKM di BMT Al-Munawwaroh dan BMT Berkah Madani, yang hasilnya menunjukkan bahwa kedua BMT yang diteliti telah melakukan manajemen risiko pembiayaan dengan melakukan pemenuhan PPAP, pembentukan komite pembiayaan, penggolongan pembiayaan berdasarkan beberapa kriteria, penyebaran sektor usaha yang dibiayai, tolerensi bagi nasabah yang mengalami masalah, penetapan kewajiban agunan, selalu ada pemberitahuan akan jadwal angsuran, pemantauan penggunaan dana dan pembentukan tim khusus penanganan pembiayaan bermasalah (Adam, 2010).

Penelitian lain yaitu tentang Sistem Pembiayaan di BMT Al Falah Kota Pontianak, hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT Al-Falah kota Pontianak telah melakukan manajemen (risiko) pembiayaan melalui pengelolaan pembiayaan yang didasarkan padasumber dana yang dimiliki oleh BMT, sehingga dapat tercapai keseimbangan (Sari, 2010). Adapaun poin perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini lebih memfokuskan pada manajemen risiko pembiayaan setelah (pasca) BMT melakukan pencairan pembiayaan hingga dana pembiayaan selesai dilunasi oleh nasabah (anggota). Dari deskripsi tersebut maka judul penelitian ini adalah �Manajemen Risiko Pembiayaan pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah�.

 

C.    Metode Penelitian

1.    Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Basrowi,2008: 21). Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai kegiatan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moloeng, 2007:6).

 

2.    Pengumpulan dan Analisa Data

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data yang didapatkan langsung oleh peneliti dari objek penelitian tanpa melalui orang atau lembaga lain (Hadi, 2006: 39). Pengumpulan data dilakukan melalui tekhnik wawancara, observasi langsung dan dokumentasi, selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif.

 

3.    Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi syariah khususnya pada tataran praktis lembaga keuangan di sektor mikro mengenai pola pengelolaan risiko pembiayaan.

 

D.    Pembahasan

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak BMT BIF, yaitu Bapak Supri, Fungsi manajemen risiko oleh BMT khususnya di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pada tahap pra pencairan pembiayaan, pada saat pencairan pembiayaan dan pasca pencairan pembiayaan hingga lunas.

Pada tahap pra pembiayaan, manajemen risiko dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan calon anggota/nasabah. Nasabah yang akan mendapatkan bantuan pendanaan harus melalui proses screening, yaitu dengan analisis aspek 5c, yaitu capacity, condition, character, collateral & capital.

Pengawasan pada tahap kedua dilakukan pada saat pencairan pembiayaan yaitu dengan melakukan permintaan nota kwitansi penggunaan dana pembiayaan sesuai dengan kesepakatan pada saat pengajuan pembiayaan oleh nasabah. Sedangkan tahap ketiga, yaitu manajemen risiko berkaitan dengan atau yang dilaksanakan pasca pencairan pembiayaan.

 

Analisis Manajemen Risiko (Manajemen Risiko Pasca Proses Pencairan Pembiayaan)

1.    Manajemen risiko pembiayaan melalui pembinaan hubungan baik dengan nasabah agar pembayaran angsuran lancar. Pembinaan hubungan baik dengan nasabah dilakukan oleh BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) untuk menghindari risiko yang dapat disebabkan oleh karakter nasabah (moral hazard). Manajemen risiko berkaitan dengan karakter nasabah dilakukan melalui 2 kegiatan,pertama, kunjungan langsung yang dilakukan oleh setiap petugas lapangan (marketing/ AO), baik kunjungan langsung yang dilakukan ke tempat usaha nasabah maupun kunjungan langsung yang dilakukan ke rumah nasabah. Kedua, kegiatan pengajian rutin bulanan yang dilaksanakan oleh BMT BIF. Pengajian rutin yang dilaksanakan oleh BMT BIF memiliki beberapa tujuan kegiatan, salah satunya yaitu sebagai sarana membina hubungan baik antara BMT dengan nasabah, juga hubungan baik dan silaturahim antar para nasabah khususnya nasabah pembiayaan BMT BIF.

2.    Manajemen risiko dengan melakukan review pinjaman /pembiayaan Review pinjaman/ pembiayaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan termasuk pembinaan yang dilakukan oleh BMT BIF.Proses review di BMT BIF dilakukan diawal proses pembiayaan (pada saat realisasi pengajuan pembiayaan), dan review pada masa jangka waktu pembiayaan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bapak Supri selaku informan, Reveiw pada awal penyaluran pembiayaan, dilakukan melalui pengecekan atas kwitansi penggunaan dana pembiayaan. Dari kwitansi tersebut, BMT BIF dapat mengetahui bahwa nasabah telah menggunakan dana sesuai dengan kesepakatan pada saat akad. Dengan demikian, melalui kwitansi penggunaan dana pembiayaan, pihak BMT dapat memastikan tidak terjadi risiko berkaitan dengan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dana oleh nasabah. Review tahap berikutnya dilakukan pada masa jangka waktu angsuran pembiayaan. Review pada tahap ini dilakukan untuk menjaga agar pembiayaan yang disalurkan dapat kembali dan dipenuhi oleh nasabah sesuai dengan jangka waktu dan kesepakatan yang telah ditentukan. Selain itu, review pada tahap ini juga dilakukan sebagai upaya BMT untuk melakukan kontrol terhadap perkembangan kegiatan usaha nasabah melalui pembiayaan yang direalisasikan. Laporan keuangan atau catatan keuangan usaha nasabah yang secara umum dikumpulkan/disetorkan melalui petugas lapangan masing-masing nasabah adalah sumber informasi bagi BMT BIF untuk melakukan review atas perkembangan usaha nasabah, sedangkan untuk melakukan review atas kelancaran pembiayaan dipantau melalui laporan angsuran rutin setiap nasabah.

3.    Manajemen Risiko dengan melakukan pembinaan secara rutin terhadap nasabah.

Pembinaan secara rutin di BMT BIF terhadap seluruh nasabah, khususnya nasabah pembiayaan.

Pembinaan rutin dilakukan melalui 2 bentuk yaitu pembinaan rutin secara administratif dan pembinaan rutin secaralangsung.

Pembinaan rutin secara administratif di BMT BIF dilakukan oleh petugas lapangan (marketing) dengan melakukan dokumentasi catatan kunjungan kepada nasabah. Sedangkan pembinaan secara langsung, dilakukan baik melalui kegiatan kunjungan rutin ke tempat usaha atau ke rumah nasabah, maupun melalui kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan oleh BMT BIF. Sebagaimana telah dideskripsikan sebelumnya bahwa kegiatan kunjungan dan pengajian rutin berfungsi sebagai upaya BMT BIF untuk membina hubungan baik antara BMT dengan nasabah (anggota), juga kedua kegiatan tersebut dilakukan oleh BMT BIF sebagai sarana untuk melakukan pembinaan rutin terhadap seluruh nasabahnya.

Manajemen risiko berkaitan dengan pembinaan rutin baik secara administratif maupun secara langsung dilakukan pula dengan memberikan perhatian yang lebih dengan cara meningkatkan intensitas kunjungan ke tempat usaha atau ke rumah nasabah yang mengalami kesulitan atau kendala dalam menjalankan usahanya.

Pembinaan nasabah yang dilakukan secara rutin dan sistematis akan sangat bermanfaat bagi lembaga keuangan untuk menghindari risiko pembiayaan. pembinaan rutin bagi nasabah dinilai baik ketika diorientasikan untuk meminialisir atau mengatasi persoalan yang dihadapi oleh sektor usaha mikro. Adapun pembinaan rutin yang dilakukan oleh BMT BIF memiliki beberapa fokus pembinaan, mulai dari pembinaan usaha nasabah dari aspek administrasi, hingga pada aspek pengembangan usaha nasabah.

Dari aspek administrasi, pembinaan nasabah dilakukan oleh BMT BIF dengan orientasi agar seluruh nasabah pembiayaan BMT memiliki pencatatan keuangan yang baik, sehingga mereka dapat semakin berkembang dengan bisa mendapatkan akses keuangan yang lebih besar (bankable).Pembinaan pada aspek administrasi dilakukan secara lebih sistematis oleh BMT BIF melalui kegiatan pengajian rutin, dengan memberikan materi, sekaligus arahan dan bimbingan yang berkaitan dengan aspek keuangan usaha. Pengajian rutin dijadikan pula sebagai sarana mediasi antar nasabah karena melalui kegiatan ini, dapat berkumpul nasabah yang memiliki usaha berbeda, sehingga diharapkan dapat terbangun kegiatan bisnis yang lebih luas diantara nasabah BMT BIF.

Pembinaan secara langsung dilakukan pula oleh BMT BIF (melalui para petugas lapangan) dengan cara yang lebih bersifat kultural. Kegiatan kunjungan rutin yang dilakukan oleh petugas lapangan BMT diarahkan untuk membangun kedekatan antara pihak BMT BIF dengan para nasabah, sehingga dapat terjalin komunikasi yang baik, dan pihak BMT dapat memberikan berbagai saran dan masukan bagi perkembangan dan kemajuan usaha nasabah.

 

E.     Penutup (Kesimpulan )

Berangkat dari deskripsi dan hasil analisis diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.    Manajemen risiko pembiayaan di BMT BIF dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama dengan cara menerapkan prinsip kehati-hatian dengan menggunakan analisa kelayakan calon nasabah, tahap kedua yaitu pada saat pencairan dana pembiayaan dengan permintaan kwitansi penggunaan dana, dan tahap ketiga dilakukan selama masa pembiayaan hingga dana pembiayaan dilunasi oleh nasabah.

2.    Manajemen risiko pembiayaan pada tahap ketiga, yaitu selama masa pembiayaan hingga lunas, dilakukan oleh BMT BIF dengan melakukan pembinaan hubungan baik dengan para nasabah, melakukan review kredit/ pembiayaan yang disalurkan, dan dengan melakukan pembinaan secara rutin terhadap seluruh nasabah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.

Darmawi, Herman. 2010. Manajemen Resiko, Bumi Aksara. Jakarta.

Hadi, Syamsul. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi dan Keuangan. Ekonisia. Yogyakarta.

Hanafi, Mamduh M. 2009. Manajemen Risiko. UPP STIM YKPN. Yogyakarta

Moleong, Lexy J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Rosda karya. Bandung

Purnomo, Agung Eko. 2009. PerbankanSyariah.STAIN Po Press. Ponorogo

Ridwan, Muhamad. 2004. Manajemen Baitul Maal wa Tamwil. UII Press. Yogyakarta.

Rizki, Awalil. 2004.BMT �Fakta dan Prospek BMT�. UCY Press. Yogyakarta

Rosidin, Ahmad Dahlan. 2004. Lembaga Mikro dan Pembiayaan Mudharabah. Global Pustaka Utama. Yogyakarta.

Sari Nurma, Sistem Pembiayaan di BMT Al-Falah Kota Pontianak, Studi Efektivitas manajemen Pembiayaan Syariah, Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2006

Sudarsono, Heri. 2007.Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ekonisia. Yogyakarta.

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Penelitian Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suhardjono. 2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Supri, Hasil Wawancara pada hari jumat tanggal 22 Juni2012,Pukul 10.00 di kantor pusat BMT BIF Yogyakarta