MANAJEMEN
RISIKO PEMBIAYAAN
PADA
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH
Usnan
(Dosen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta)
Abstrak
Hadirnya lembaga keuangan di sektor mikro baik
lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan disebabkan oleh besarnya
potensi dan peran sektor usaha mikro bagi perekonomian bangsa. Salah satu
lembaga keuangan mikro yang hingga saat ini cukup memberikan kontribusi bagi
perkembangan sektor usaha mikro adalah BMT. Penelitian ini dilakukan untuk� menjelaskan bagaimana bentuk manajemen risiko
sebagai bagian tak terpisahkan dari kegiatan usaha utama BMT yaitu penyaluran
dana� kepada nasabah (anggota), mengingat� BMT memiliki beberapa karakteristik yang
berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa BMT yang diteliti, yaitu BMT Bina Ihsanul Fikiri� melakukan manajemen risiko pada kegiatan
pembiayaan khususnya pasca proses pencairan dana pembiayaan dengan melakukan
pembinaan hubungan baik dengan nasabah, melakukan review pembiayaan dan
melakukan pembinaan secara rutin terhadap nasabah.
Keyword:
Risk management, Financing.
_____________________________
A. Pendahuluan
Krisisi ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998
telah memporak-porandakan perekonomian Indonesia, khususnya dunia usaha.
Seluruh sektor baik manufaktur, jasa, maupun perdagangan, juga usaha sektor
makro hingga mikro terimbas oleh gejolak krisis yang terjadi. Namun demkian,
sektor mikro masih dapat bertahan meski ditempa goncangan yang begitu besar.
Hal itu disebabkan oleh karakteristik dari usaha mikro yang memiliki ketahanan
terhadap guncangan krisis. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh usaha mikro diantaranya
yaitu mampu menyerap tenaga kerja lebih besar (dapat mengatasi masalah
pengangguran), mampu berkelit dalam menghadapi krisis moneter, dan lebih
efisien dan mempunyai kemampuan untuk dapat segera melakukan adaptasi dengan
perubahan (Rosyidin, 2004;3).
Mengingat betapa penting dan vitalnya peran dari
sektor usaha mikro sebagai fondasi sekaligus identitas perekonomian nasional,
berbagai pihak baik pemerintah sebagai pemangku kepentingan maupun pihak swasta
melakukan berbagai upaya untuk mendorong dan mendukung kemajuan sektor usaha
mikro. Salah satu kepedulian pihak swasta terhadap kondisi dan nasib usaha
mikro adalah hadirnya lembaga keuangan mikro syariah atau lebih popular dengan
istilah Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
BMT diartikan sebagai lembaga usaha ekonomi rakyat
kecil, yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum berdasarkan prinsip
syariah dan prinsip koperasi (Rosyidin, 2004;10).� Salah satu peran penting BMT yaitu melakukan
pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif dalam menjalankan
fungsi sebagai lembaga keuangan mikro, baik dengan jalan melakukan
pendampingan, pembinaan, penyuluhan maupun pengawasan terhadap usaha nasabah
dan masyarakat umum (Rosyidin, 2004; 97). Beberapa komitmen penting dari BMT
yang berkaitan dengan tema penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan
dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil
2. Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu ke waktu
merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk menciptakan BMT yang mampu membantu
kesulitan ekonomi masyarakat.
BMT yang lahir sejak tahun 1990 an seiring dengan
lahirnya perbankan syariah di Indonesia, kini jumlahnya telah mencapai angka
yang cukup fantastis, yaitu lebih dari 5000 (lima ribu) BMT. BMT yang sebagian besar tersebar di wilayah perdesaan dan letak
kantor yang juga sebagian besar berada ditengah pusat ekonomi kerakyatan,
seperti pasar trasisional dan pemukiman penduduk merupakan simbol bahwa BMT
hadir untuk lebih dekat dengan rakyat.
Fakta menunjukkan bahwa kehadiran BMT telah
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan usaha mikro.
Eksistenesi BMT telah mampu menjangkau pihak-pihak yang selama ini dapat
dikatakan tidak mempunyai akses kepada pembiayaan oleh perbankan. (Rizki, 2004;
7) .
Kontribusi tersebut relevan
dengan maksud dari hadirnya BMT, yaitu untuk berbagai usaha produktif dan
investasi dalam rangka meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha mikro
dan kecil agar terdorong dalam kegiatan menabung dan dapat tertunjang pembiayaan
ekonominya(Rosyidin, 2004; 10), juga sejalan dengan tujuan BMT yaitu dalam
rangka meningkatkan kualitas usaha ekonomi para anggota menuju
kesejahteraan(Sudarsono, 2007; 10).
Secara bisnis, BMT sebagai lembaga keuangan juga tidak hanya
melakukan kegiatan pembiayaan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sektor
usaha mikro, tetapi juga kepentingan internal BMT sebagai lembaga intermediary juga terus diupayakan dalam
penyaluran pembiayaan melalui manajemen risiko pembiayaan.
Konsep manajemen risiko pembiayaan pada BMT selalu
terkait dengan beberapa permasalahan klasik yang sering dihadapi oleh pelaku
usaha mikro antara lain masalah pada aspek pemasaran, aspek manajemen, aspek
teknis dan aspek keuangan (Ridwan, 2008: 25) . Pada aspek pemasaran, pengusaha
mikro umumnya tidak memiliki perencanaan dan strategi pemasaran yang baik
(usahanya hanya dimulai dari coba-coba), atau bahkan tidak sedikit karena
terpaksa. Selain itu, jangkauan pemasarannya juga sangat terrbatas, sehingga
informasi produknya tidak sampai kepada calon pembeli potensial.
Pada aspek manajemen pengusaha mikro biasanya tidak
memiliki pengetahuan yang baik tentang sistem manajemen pengelolaan usaha,
sehingga sulit dibedakan antara aset keluarga dan usaha, bahkan karena banyak
diantara mereka yang memanfaatkan ruang keluarga untuk berproduksi, perencanaan
usaha tidak dilakukan, sehingga tidak jelas arah dan target usaha yang akan
dijalankan dalam periode waktu tertentu.
Pada aspek teknis yang masih sering menjadi problem
meliputi cara berproduksi, sistem penjualan sampai pada tidak adanya badan
hukum serta perizinan usaha lain.� Adapun
pada aspek keuangan, kendala yang sering mengemuka dalam seetiap perbincanan
usaha kecil adalah lemahnya bidang keuangan. Pengusaha mikro hampir tidak memiliki
akses yang luas kepda sumber permodalan.
Berdasarkan karakterisktik pembiayaan dan
karakteristik nasabah dengan beberapa keunggulan dan kelemahan (permasalahan)
yang dihadapi oleh sektor usaha mikro sebagai objek garapan dan pangsa pasar
lembaga keuangan mikro syari�ah, BMT yang secara legal formal berbeda dengan
lembaga keuangan sektor perbankan, tentunya memiliki beberapa perbedaan dalam
banyak hal termasuk manajemen risiko pembiayaan. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, penulis tertarik melakukan penelitian untuk� menggali bagaimana pola manajemen risiko
pembiayaan yang dilakukan oleh BMT khususnya di BMT Bina Ihsanul Fikri
Yogyakarta tahun 2012.
B.
Tinjauan Pustaka
Risiko merupakan istilah yang popular
bagi setiap orang, karena cakupan istilah ini berlaku dalam berbagai bidang dan
aktivitas kehidupan manusia. Mengingat begitu luasnya cakupan yang didalamnya
terdapat istilah risiko, maka definisi risiko pun sangat beragam. Darmawi
(2010: 2) menjelaskan beberapa definisi tentang risiko antara lain:
1. Risiko adalah kemungkinan kerugian (risk is the possibility of loss)
2. Risiko adalah ketidakpastian (risk is uncertainty)
3. Risiko adalah penyebaran hasil actual dari hasil
yang diharapkan (risk is the dispersion
of actual from expected result)
4. Risiko adalah probabilitas suatu outcome yang
berbeda dengan outcome yang diharapkan (risk
is the probability of any outcome different from the one expected).
Manajemen risiko adalah program yang bertugas untuk
mengidentifikasi risiko yang dihadapi, mengukur atau menentukan besarnya risiko
dan kemudian mencari jalan untuk menghadapi atau menangani rirsiko tersebut
(Darmawi, 2010: 2).� Manajemen risiko
juga diartikan sebagai sistem pengelolaan risiko yang dihadapi oleh suatu
organisasi secara komprehensif untuk tujuan meningkatkan nilai perusahaan
(Hanafi, 2009:18).
Pada dasarnya, manajemen risiko dilakukan melalui
tiga proses, yaitu identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan
pengelolaan risiko (Hanafi, 2009:9).
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko
dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang akan dihadapi oleh
suatu organisasi. Beberapa teknik dapat digunakan dalam melakukan identifikasi
risiko.
2. Evaluasi dan Pengukuran Risiko
Setelah melakukan
proses identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan
pengukuran risiko. Langkah ini dilakukan untuk memahami karakteristik risiko
dengan lebih baik.
3. Pengelolaan Risiko
Pengelolaan
risiko� dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti penghindaran, ditahan, diversifikasi, ditransfer kepada pihak
lain, pengendalian dan pendanaan risiko.
Secara umum, risiko dapat diklasifikasikan kedalam 2
tipe, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Kaitannya dengan BMT sebagai
lembaga keuangan mikro syariah, risiko yang lebih fokus akan dikaji adalah
berkaitan dengan risiko spekulatif, karena turunan dari risiko spekulatif
adalah risiko kredit/risiko pembiayaan.
Berikut adalah deskripsi singkat mengenai risiko
yang dihadapi oleh lembaga keuangan (termasuk BMT) dalam kegiatan penyaluran
pembiayaan/kredit (Suhardjono, 2004: 74):
Risiko Bank (LK) |
Risiko Kredit (Pembiayaan) |
Risiko yang
disebabkan karena kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya |
Risiko Pasar |
Risiko yang
disebabkan oleh fluktuasi suku bunga dan nilai tukar |
|
Risiko Operasional |
Risiko yang
disebabkan oleh kegagalan proses operasional internal Bank (LK) |
Pembiayaan
merupakan penyaluran dana kepada pihak ketiga berdasarkan kesepakatan
pembiayaan antara BMT dengan pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan
ditambah nisbah (perhitungan) bagi hasil yang disepakati (Rosyidin, 2004;18).
BMT
sebagai lembaga keuangan mikro syariah yang segmennya adalah usaha mikro,
tentunya memiliki pola dan model yang berbeda berkaitan dengan manajemen risiko
khususnya risiko pembiayaan. Segmen BMT yang
mayoritas adalah para pedagang pasar dan usaha-usaha komounitas mikro lainnya,
menyebabkan pendekatan kultural dalam rangka manajemen risiko pembiayaan,
nampaknya lebih dominan dan relevan digunakan.
Dalam sebuah paket kebijakan tentang tugas berbagai
divisi dalam sebuah lembaga keuangan, salah satu divisi/bagian yang berkaitan
langsung dengan kegiatan pembiayaan adalah account officer (AO), atau
jika pada� lembaga keuangan mikro syariah
adalah marketing. Beberapa tugas dari AO yang berkaitan langsung dengan
kegiatan pembiayaan antara lain (Suhardjono, 2004):
1. Membina hubungan baik dengan nasabah pinjaman
(pembiayaan) agar pembayaran angsuran pinjaman (pembiayaan) lancar,
2. Melakukan review pinjaman (pembiayaan) dan
pembinaan kepada nasabah kredit (pembiayaan) secara periodik, dan
3. Melakukan pembinaan secara rutin terhadap seluruh
nasabah.
Selain bagian AO, lembaga keuangan juga idealnya
memiliki� divisi khusus yang menangani
tugas untuk melakukan monitoring kredit (pembiayaan). Tugas dari divisi
monitoring kredit adalah memonitor perkembangan usaha nasabah dan memonitor
ketepatan pembayaran angsuran. Laporan mengenai perkembangan usaha nasabah
diperoleh dari informasi yang didapat dari hasil kunjungan rutin AO, juga dapat
diperoleh dari laporan rutin nasabah kredit/pembiayaan. Adapun informasi
mengenai ketepatan pembayaran angsuran diperoleh dari pembukuan Bank
(Suhardjono: 2004).
Beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain Strategi Manajemen Risiko
pada UKM di BMT Al-Munawwaroh dan BMT Berkah Madani, yang hasilnya menunjukkan
bahwa kedua BMT yang diteliti telah melakukan manajemen risiko pembiayaan
dengan melakukan pemenuhan PPAP, pembentukan komite pembiayaan, penggolongan
pembiayaan berdasarkan beberapa kriteria, penyebaran sektor usaha yang
dibiayai, tolerensi bagi nasabah yang mengalami masalah, penetapan kewajiban
agunan, selalu ada pemberitahuan akan jadwal angsuran, pemantauan penggunaan
dana dan pembentukan tim khusus penanganan pembiayaan bermasalah (Adam, 2010).
Penelitian lain yaitu tentang Sistem Pembiayaan di
BMT Al Falah Kota Pontianak, hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT Al-Falah
kota Pontianak telah melakukan manajemen (risiko) pembiayaan melalui
pengelolaan pembiayaan yang didasarkan pada�
sumber dana yang dimiliki oleh BMT, sehingga dapat tercapai keseimbangan
(Sari, 2010). Adapaun poin perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis
dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini lebih memfokuskan pada
manajemen risiko pembiayaan setelah (pasca)
BMT melakukan pencairan pembiayaan hingga dana pembiayaan selesai dilunasi oleh
nasabah (anggota). Dari deskripsi tersebut maka judul penelitian ini adalah �Manajemen
Risiko Pembiayaan pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah�.
C.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Basrowi,2008: 21).
Penelitian kualitatif juga diartikan sebagai kegiatan penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik
dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moloeng,
2007:6).
2.
Pengumpulan dan Analisa Data
Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data
yang didapatkan langsung oleh peneliti dari objek penelitian tanpa melalui
orang atau lembaga lain (Hadi, 2006: 39). Pengumpulan data dilakukan melalui
tekhnik wawancara, observasi langsung dan dokumentasi, selanjutnya data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
3.
Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi perkembangan ekonomi syariah khususnya pada tataran praktis
lembaga keuangan di sektor mikro mengenai pola pengelolaan risiko pembiayaan.
D.
Pembahasan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan pihak BMT BIF, yaitu Bapak Supri, Fungsi manajemen risiko oleh
BMT khususnya di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta dilakukan dalam tiga tahap,
yaitu pada tahap pra pencairan pembiayaan, pada saat pencairan pembiayaan dan
pasca pencairan pembiayaan hingga lunas.
Pada tahap pra pembiayaan, manajemen risiko
dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan calon
anggota/nasabah. Nasabah yang akan mendapatkan bantuan pendanaan harus melalui
proses screening, yaitu dengan analisis aspek 5c, yaitu capacity,
condition, character, collateral & capital.
Pengawasan pada tahap kedua dilakukan pada saat
pencairan pembiayaan yaitu dengan melakukan permintaan nota kwitansi penggunaan
dana pembiayaan sesuai dengan kesepakatan pada saat pengajuan pembiayaan oleh
nasabah. Sedangkan tahap ketiga, yaitu manajemen risiko berkaitan dengan atau
yang dilaksanakan pasca pencairan pembiayaan.
Analisis Manajemen Risiko (Manajemen Risiko
Pasca Proses Pencairan Pembiayaan)
1. Manajemen risiko pembiayaan melalui pembinaan
hubungan baik dengan nasabah agar pembayaran angsuran lancar. Pembinaan
hubungan baik dengan nasabah dilakukan oleh BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) untuk
menghindari risiko yang dapat disebabkan oleh karakter nasabah (moral hazard).
Manajemen risiko berkaitan dengan karakter nasabah dilakukan melalui 2
kegiatan,� pertama, kunjungan
langsung yang dilakukan oleh setiap petugas lapangan (marketing/ AO),
baik kunjungan langsung yang dilakukan ke tempat usaha nasabah maupun kunjungan
langsung yang dilakukan ke rumah nasabah. Kedua, kegiatan pengajian
rutin bulanan yang dilaksanakan oleh BMT BIF. Pengajian rutin yang dilaksanakan
oleh BMT BIF memiliki beberapa tujuan kegiatan, salah satunya yaitu sebagai
sarana membina hubungan baik antara BMT dengan nasabah, juga hubungan baik dan
silaturahim antar para nasabah khususnya nasabah pembiayaan BMT BIF.
2. Manajemen risiko dengan melakukan review
pinjaman /pembiayaan Review pinjaman/ pembiayaan merupakan bagian dari
fungsi pengawasan termasuk pembinaan yang dilakukan oleh BMT BIF.� Proses review di BMT BIF dilakukan
diawal proses pembiayaan (pada saat realisasi pengajuan pembiayaan), dan review
pada masa jangka waktu pembiayaan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
bapak Supri selaku informan, Reveiw pada awal penyaluran pembiayaan,
dilakukan melalui pengecekan atas kwitansi penggunaan dana pembiayaan. Dari
kwitansi tersebut, BMT BIF dapat mengetahui bahwa nasabah telah menggunakan
dana sesuai dengan kesepakatan pada saat akad. Dengan demikian, melalui
kwitansi penggunaan dana pembiayaan, pihak BMT dapat memastikan tidak terjadi
risiko berkaitan dengan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan dana oleh nasabah.
Review tahap berikutnya dilakukan pada masa jangka waktu angsuran
pembiayaan. Review pada tahap ini dilakukan untuk menjaga agar
pembiayaan yang disalurkan dapat kembali dan dipenuhi oleh nasabah sesuai
dengan jangka waktu dan kesepakatan yang telah ditentukan. Selain itu, review
pada tahap ini juga dilakukan sebagai upaya BMT untuk melakukan kontrol
terhadap perkembangan kegiatan usaha nasabah melalui pembiayaan yang
direalisasikan. Laporan keuangan atau catatan keuangan usaha nasabah yang
secara umum dikumpulkan/disetorkan melalui petugas lapangan masing-masing
nasabah adalah sumber informasi bagi BMT BIF untuk melakukan review atas
perkembangan usaha nasabah, sedangkan untuk melakukan review atas
kelancaran pembiayaan dipantau melalui laporan angsuran rutin setiap nasabah.
3. Manajemen Risiko dengan melakukan pembinaan secara
rutin terhadap nasabah.
Pembinaan secara
rutin di BMT BIF terhadap seluruh nasabah, khususnya nasabah pembiayaan.
Pembinaan rutin
dilakukan melalui 2 bentuk yaitu pembinaan rutin secara administratif dan
pembinaan rutin secara� langsung.
Pembinaan rutin
secara administratif di BMT BIF dilakukan oleh petugas lapangan (marketing)
dengan melakukan dokumentasi catatan kunjungan kepada nasabah. Sedangkan
pembinaan secara langsung, dilakukan baik melalui kegiatan kunjungan rutin ke
tempat usaha atau ke rumah nasabah, maupun melalui kegiatan pengajian rutin
yang dilaksanakan oleh BMT BIF. Sebagaimana telah dideskripsikan sebelumnya
bahwa kegiatan kunjungan dan pengajian rutin berfungsi sebagai upaya BMT BIF
untuk membina hubungan baik antara BMT dengan nasabah (anggota), juga kedua
kegiatan tersebut dilakukan oleh BMT BIF sebagai sarana untuk melakukan
pembinaan rutin terhadap seluruh nasabahnya.
Manajemen risiko berkaitan dengan pembinaan
rutin baik secara administratif maupun secara langsung dilakukan pula dengan
memberikan perhatian yang lebih dengan cara meningkatkan intensitas kunjungan
ke tempat usaha atau ke rumah nasabah yang mengalami kesulitan atau kendala
dalam menjalankan usahanya.
Pembinaan nasabah yang dilakukan secara
rutin dan sistematis akan sangat bermanfaat bagi lembaga keuangan untuk
menghindari risiko pembiayaan. pembinaan rutin bagi nasabah dinilai baik ketika
diorientasikan untuk meminialisir atau mengatasi persoalan yang dihadapi oleh
sektor usaha mikro. Adapun pembinaan rutin yang dilakukan oleh BMT BIF memiliki
beberapa fokus pembinaan, mulai dari pembinaan usaha nasabah dari aspek
administrasi, hingga pada aspek pengembangan usaha nasabah.
Dari aspek administrasi, pembinaan
nasabah dilakukan oleh BMT BIF dengan orientasi agar seluruh nasabah pembiayaan
BMT memiliki pencatatan keuangan yang baik, sehingga mereka dapat semakin
berkembang dengan bisa mendapatkan akses keuangan yang lebih besar (bankable).� Pembinaan pada aspek administrasi dilakukan
secara lebih sistematis oleh BMT BIF melalui kegiatan pengajian rutin, dengan
memberikan materi, sekaligus arahan dan bimbingan yang berkaitan dengan aspek
keuangan usaha. Pengajian rutin dijadikan pula sebagai sarana mediasi antar
nasabah karena melalui kegiatan ini, dapat berkumpul nasabah yang memiliki
usaha berbeda, sehingga diharapkan dapat terbangun kegiatan bisnis yang lebih
luas diantara nasabah BMT BIF.
Pembinaan secara langsung dilakukan pula
oleh BMT BIF (melalui para petugas lapangan) dengan cara yang lebih bersifat
kultural. Kegiatan kunjungan rutin yang dilakukan oleh petugas lapangan BMT
diarahkan untuk membangun kedekatan antara pihak BMT BIF dengan para nasabah,
sehingga dapat terjalin komunikasi yang baik, dan pihak BMT dapat memberikan
berbagai saran dan masukan bagi perkembangan dan kemajuan usaha nasabah.
E. Penutup (Kesimpulan )
Berangkat dari deskripsi dan hasil
analisis diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Manajemen risiko pembiayaan di
BMT BIF dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pertama dengan cara menerapkan
prinsip kehati-hatian dengan menggunakan analisa kelayakan calon nasabah, tahap
kedua yaitu pada saat pencairan dana pembiayaan dengan permintaan kwitansi
penggunaan dana, dan tahap ketiga dilakukan selama masa pembiayaan hingga dana
pembiayaan dilunasi oleh nasabah.
2. Manajemen risiko pembiayaan
pada tahap ketiga, yaitu selama masa pembiayaan hingga lunas, dilakukan oleh
BMT BIF dengan melakukan pembinaan hubungan baik dengan para nasabah, melakukan
review kredit/ pembiayaan yang disalurkan, dan dengan melakukan
pembinaan secara rutin terhadap seluruh nasabah.
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi
dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.
Darmawi,
Herman. 2010. Manajemen Resiko, Bumi Aksara. Jakarta.
Hadi,
Syamsul. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Akuntansi dan
Keuangan. Ekonisia. Yogyakarta.
Hanafi,
Mamduh M. 2009. Manajemen Risiko. UPP STIM YKPN. Yogyakarta
Moleong,
Lexy J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Rosda
karya. Bandung
Purnomo,
Agung Eko. 2009. Perbankan� Syariah.� STAIN Po Press. Ponorogo
Ridwan,
Muhamad. 2004. Manajemen Baitul Maal wa Tamwil. UII Press. Yogyakarta.
Rizki,
Awalil. 2004.� BMT �Fakta dan Prospek
BMT�. UCY Press. Yogyakarta
Rosidin,
Ahmad Dahlan. 2004. Lembaga Mikro dan Pembiayaan Mudharabah. Global
Pustaka Utama. Yogyakarta.
Sari
Nurma, Sistem Pembiayaan di BMT Al-Falah Kota Pontianak, Studi Efektivitas
manajemen Pembiayaan Syariah, Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2006
Sudarsono,
Heri. 2007.� Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Ekonisia. Yogyakarta.
Sugiyono.
2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Penelitian Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Suhardjono.
2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. UPP AMP YKPN.
Yogyakarta.
Supri,
Hasil Wawancara pada hari jumat tanggal 22 Juni�
2012,� Pukul 10.00 di kantor pusat
BMT BIF Yogyakarta
�